Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) adalah organisasi berbasis kemahasiswaan yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Sebagai bagian integral dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, PMKRI dituntut untuk selalu hadir dan terlibat serta berjuang dalam setiap pusaran persoalan yang terjadi di masyarakat.
Salah satu isu prioritas PMKRI Cabang Denpasar Sanctus Paulus kali ini ialah terkait keadilan dan kesetaraan gender. Sebagai bentuk pengejahwantaan isu tersebut, PMKRI Denpasar menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Kontekstualisasi Perjuangan Kartini Dalam Meperjuangkan Keadilan Dan Kesetaraan Gender Untuk Manusia” dalam rangka menyambut momentum hari Kartini.
Diskusi publik ini melibatkan organisasi intra kampus yaitu Mahasiswa Katolik . Diantaranya, Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) Unversitas Warmadewa, KMK Universitas Mahasaraswati Denpasar, KMK Universitas Pendidikan Nasional, KMK Universitas Dhianapura, KMK Politeknik Negeri Bali, Pemuda Pemuda Katolik Bali.
Peserta yang hadir berjumlah 40 orang. Di selenggarakan pada Minggu, 14 April 2024, pukul: 17.00-20.00 Wita, bertempat di Aula Suteran CB, Denpasar-Bali. Seminggu sebelum kegiatan ini berlangsung telah disebarkan kuisoner mengenai Kartini dan persoalan seputar keadilan dan kesetaraan gender kepada seluruh mahasiswa Katolik. Hasil dari kuisioner itu kemudian menjadi data dan salah satu bahan yang akan dibahas pada kegitan tersebut.
Kegiatan ini diawali dengan meditasi kristiani yang dibawahkan oleh Suster Maristela, CB selama lima belas menit. Suster menjelaskan tujuan dari meditasi ini dengan mengilustrasikan dua botol yang berisi air penuh. Botol yang satu berwarna bening sedangkan yang satunya lagi berwarnah keruh. Botol yang berwarna keruh menggabarkan situasi perasaan dan pikiran kita yang sedang carut-marut tidak terkendalikan itulah yang menyababkan kita tidak bisa “melihat” dengan jernih.
Begitupun sebaliknya dengan botol yang satunya berwarna bening menggabarkan situasi dimana kita bisa tenang dan mengendalikan pikiran serta perasaan kita, maka sudah barang pasti kita mendapatkan pemikiran yang jernih untuk menghadapi setiap persoalan. Tujuan dari semua hal tersebut dalam kegiatan ialah agar semua peserta diskusi merasakan ketenangan serta konsentrasi yang baik untukmengikuti seluruh rangkain kegiatan diskusi publik tersebut.
Selanjutnya ibu Triza Yusino selaku fasilitator memulai pemamparan materinya dengan mengambil satu kutipan dari R. A.Kartini yang berbunyi “Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tiada dapat! melenyapkan rasa berani. Kalimat ‘Aku mau!’ membuat kita mudah mendaki puncak gunung”.
Kesimpulannya adalah KALAU MAU PASTI BISA. Semangat ini yang membuat rasanya perlu segera membersamai dan meluangkan waktu berjalan dan belajar bersama dengan teman-teman muda di Bali. Mengingat perjuangan R.A Kartini untuk kesetaraan gender maka perlulah duduk bersama untuk memahami dan menyadari hal ini.
Sesuai dengan tema yang diangkat tentang “Kontekstualisasi Perjuangan R.A. Kartini dalam Kesetaraan Gender demi Kemanusiaan”, ternyata memang masih relevan. Informasi adanya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender diantara orang muda, khususnya di lingkungan mahasiswa menjadi keprihatinan tersendiri.
Maraknya kasus pelecehan, kekerasan verbal, psikis,fisik dan seksual adalah bentuk dari tindakan ketidaksetaraan dan keadilan gender. Adanya istilah “bucin” atau budak cinta ternyata memang ada di lingkungan para mahasiswa dan jumlahnya tidak sedikit.
Faktor-faktor penyebabnya adalah belum memahami informasi tentang gender termasuk tentang kesetaraan dan keadilan gender (KKG), masalah gender, solusi dan jejaring sehubungan dengan hal ini. Disamping juga masih kurangnya pengenalan dan pengolahan diri. Survey kecil yang dilakukan Pengurus PMKRI dengan google form yang dibagikan pada para mahasiswa dan mendapat feedback tentang hal itu disampaikan juga oleh pengurus sebagai salah satu fakta yang ada.
Secara umum untuk skala nasional bisa juga dilihat datanya di Simfoni PPA. Porsentase korban kekerasan paling banyak dialami oleh perempuan dengan jumlah 5.054 kasus kemudian korban kekerasan yang dialami laki-laki berjumlah 1.259 kasus.
Dari data tersebut bisa kita simpulkan bahwasanya berbicara soal keadilan dan kesetaraan gender tidak hanya tentang perempuan semata tetapi sebaliknya laki-laki pun di tuntut untuk bersama mennyuarakan dan memperjuangakan hal ini. Data di atas tentunya bukan hanya sekedar angka tetapi ini berbicara soal harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Bisa dibayangkan jika yang menjadi korban tersebut adalah kita sendiri atau keluarga kita atau orang terdekat kita. Bisa dirasakan sakit dan pennderitaanya. Cukup dengan rasa itu dapat membangkitkan sisi kemanusian kita untuk tergerak mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di bumi ibu pertiwi ini bahkan bila perlu sampai ke belahan negara lain.
Menyandang status sebagai mahasiswa dan orang muda Katolik adalah Salib. Salib lambang pengorbanan, cinta dan jalan Keselamatan. Pada kita dituntut untuk bergerak dan membawa perubahan. Perlu adanya pergerakan untuk Jejaring, kolaborasi dan sinergi dengan semangat sinodalitas sangat perlu jadi perhatian dan digarap bersama semua pihak baik itu para mahasiswa itu sendiri maupun kerjasama dengan universitas, ormas, pemerintah, lembaga-lembaga terkait dan juga bermitra dengan Gereja Katolik setempat.
Sebagai organisasi dengan spiritualitas Katolik perlu juga memahami perhatian dan peran serta gereja tentang hal ini. Di gereja Katolik juga ada Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI yang memiliki amanah untuk sosialisasi, fasilitasi dan animasi hal-hal seputar isu gender.
Salah satu pesan yang pernah disampaikan oleh Moderator SGPP KWI, Mgr Valentinus Saeng yang disampaikan pada fasilitator adalah :” Isu GENDER bukan sekedar isu ketimpangan relasi laki-laki dan perempuan tapi lebih pada esensi tentang HARKAT & MARTABAT MANUSIA. Bicara GENDER bicara tentang KEMANUSIAAN.” Sesuai pilihan hidup sebagai orang Katolik, meneladan hidup Tuhan Yesus, turut ambil bagian untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
Angela Chinly Yudia selaku Ketua Presidium PMKRI Cabang Denpasar dalam sambutan penutupnya berharap setelah pertemuan ini ada langkah-langkah kecil yang bisa dilakukan teman-teman muda (RTL), khususnya yang hadir untuk perjuangan bagi KKG. Paling tidak makin memahami dan menyadari tentang KKG bagi diri sendiri juga bisa dibagikan dan diimplementasikan dalam keluarga, lebih luas lagi ke komunitas (KMK), organisasi (PMKRI, PK), perguruan tinggi, dan masyarakat luas.
Bisa jadi agen perubahan dan penggerak untuk pengarusutamaan gender (PUG) serta untuk perjuangan kesetaraan dan keadilan gender. Bersedia membantu sebagai tim kerja untuk sosialisasi dan edukasi tentang KKG khususnya ke adik-adik SMA dan SMP (usia remaja).
Sudah saatnya kita semua menyadari untuk makin bertumbuh, berkembang dan berbuah dengan cara ikut berpartisipasi dan berkontribusi langsung dalam memperjuangkan KKG meneruskan perjuangan RA Kartini yang substansinya demi harkat dan martabat manusia. Demi kemanusiaan.***
Penulis: Chinly
Editor: Hiro/KomsosKD