BIMA DAN DOMPU, DUA PAROKI PERTAMA SINODE USKUP DI DEKENAT NTB
BIMA. Sinode Uskup Sedunia tingkat Keuskupan Denpasar di Dekenat Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah dimulai, Selasa (15/2) kemarin.
Paroki St. Yusuf Bima dan Paroki Sta. Maria dan St. Yosef Dompu, menjadi dua paroki pertama giat Sinode ini dilaksanakan.
Paroki dan beberapa Stasi yang ada di pulau Sumbawa akan dilaksanakan hari ini.
Ada tiga Tim Fasilitator untuk Dekenat NTB dan masing-masing tim berkekuatan tiga orang.
Tim pertama di bawah koordinasi RD. Herman Yoseph Babey bersama Blasius Naya Manuk dan Kristin Herman menyelenggrakan Sinode bersama umat di 4 paroki yaitu Sumbawa Besar, Praya, Mataram dan Ampenan.
Tim pertama akan mulai giat hari ini di Paroki Sang Penebus Sumbawa Besar, lalu hari berikutnya akan bergerak menyeberang ke pulau Lombok.
Tim kedua, dengan koordinator RD. Evensius Dewantoro bersama Laurensius Sogen dan Kustati Tukan, memfasilitasi Sinode bersama umat di Paroki Bima dan Paroki Donggo yang dilaksanakan di tiga tempat: stasi Mbawa, Tolonggeru (pusat paroki) dan stasi Nggerukopa.
Tim dua sudah memulainya di Bima (15/2) dan hari ini akan bergerak ke Stasi Mbawa Paroki Donggo.
Tim ketiga terdiri dari RD. Agustinus Sugiyarto sebagai koordinator tim bersama P. Agustinus Sumaryono,SVD dan Hironimus Adil.
Tim tiga melayani giat Sinode di Paroki Dompu dan 3 stasi di paroki ini: Stasi Lakey, stasi Calabay-Surinomo- Nangakara dan Stasi Tambora.
Tim ini memulainya di pusat paroki di kota Dompu, Selasa (15/2) kemarin dan hari ini akan bergerak ke Stasi Lakey.
Pelasanaan Sinode di dua paroki di wilayah timur pulau Sumbawa kemarin berlangsung lancar.
Peserta begitu semangat dan membagi pengalaman iman dan pengalaman hidup bersama yang lain berbeda keyakinan terutama dengan umar Muslim yang merupakan mayoritas di wilayah ini.
Seperti diketahui ada dua tema yang diangkat oleh Keuskupan Denpasar dalam partisipasinya pada Sinode Uskup Sedunia yang berlangsung dari Oktober 2021-Oktober 2023 itu ada dua, yakni mengenai Dialog dan Kerjasama Gereja di Tengah Masyarakat dan Keberanian Berbicara dengan Tegas Menyatakan Sikap Gereja.
Sama seperti pertemuan yang sama di paroki/stasi se-Bali, hanya menghadirkan 12 peserta.
Setiap peserta dipersilahkan menjawab isu-isu strategis dalam bentuk pertanyaan yang selaras dengan tema. Jawaban umat itu adalah berupa sharing pengalaman mereka tentang bagaimana relasi mereka dengan masyarakat lain berbeda agama ataupun berbeda pandangan politik; apakah ada konflik-konflik atau justru ada cerita-cerita istimewa. Ini terkait dengan tema pertama.
Sedangkan tema kedua, menggali pendapat atau pun pengalaman riil umat tentang apakah Gereja selama ini berani berbicara tegas menyatakan sikap Gereja atau malah banyak diam karena merasa minoritas. Terkait tema kedua ini, juga ditanyakan sejauh mana menggunakan media lokal (di luar media Gereja) dalam menyuarakan atau menyatakan sikap Gereja.
Ada dua putaran diskusi untuk setiap tema. Dalam diskusi putaran pertama, peserta membagi pengalaman mereka dengan menjawab isu strategis. Dalam sharing putaran pertama ini, setiap peserta yang hadir wajib bicara membagi pengalamannya.
Sedangkan pada putaran kedua lebih kepada tanggapan atas sharing pertama. Tetapi tidak untuk berdiskusi, melainkan secara spontan mengungkapkan hal-hal yang mungkin berdampak, hal yang menyentuh, atau benang merah antara sharing peserta lain dengan pengalaman pribadi peserta, atau mungkin ada pemahaman baru yang didapatkan dari sharing pengalaman peserta lainnya.
Untuk sharing putaran kedua, tidak diwajibkan seluruh peserta memberikan tanggapan, tapi secara spontan oleh peserta tertentu saja.***
Terima kasih banyak RD Evensius Dewantoro bersama team….persekutuan….partisipasi….misi