Hari Ketiga Sidang Pleno DPK Memasuki Agenda Rancang Bangun Program 2025
DENPASAR – Sidang Pleno Dewan Pastoral Keuskupan (DPK) Denpasar sudah memasuki perencanaan program pastoral 2025. Agenda rancang bangun program ini dimulai pada sesi sore hari ketiga, Rabu (4/12/2024).
Hari ketiga ini sidang dimulai dengan perayaan Ekaristi pada pagi harinya. Pemimpin perayaan Ekaristi kali ini menjadi tanggung jawab Dekenat Bali Barat. Seusai misa, sidang berikutnya adalah review sidang hari kedua yang disampaikan oleh Fr. Ferdin.
Kemudian persidangan berikutnya adalah laporan dan evaluasi program pastoral 2024 dari Bidang Pendidikan Umat (BPU) oleh Ketua BPU RD. Flavianus Endi. Evaluasi bidang ini lebih banyak menyoroti tentang militansi orang muda Katolik dan sorotan terhadap pendidikan terutama biaya pendidikan di sekolah Katolik.
Perlu diketahui dalam sidang pleno sebelumnya cukup ramai dibahas tentang biaya Pendidikan di sekolah Katolik, terutama untuk anak-anak Katolik yang lebih memilih bersekolah di sekolah non Katolik karena alasan biaya. Sehingga pada tahun 2024 program unggulan Komisi Pendidikan adalah Musyawarah Pendidikan dengan tema yang sangat aktual ‘Benarkah Sekolah Katolik itu Mahal?’. Rupanya persoalan ini tidak pernah selesai dibahas.
Direktur Yayasan Insan Mandiri Denpasar, RD. Yohanes Kadek Ariana, dalam forum sidang pleno menegaskan perlu disadari terutama umat Katolik bahwa Pendidikan itu adalah investasi. Jadi biaya Pendidikan yang dikeluarkan menjadi investasi untuk masa depan anak-anak karena berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi mereka.
Sementara ketua BPK Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok-Sumbawa, RD. Patrisius Woda Fodhi Trisno, mengungkapkan sorotan dari internal umat terhadap sekolah Katolik cukup sering mengemuka, tetapi perlu disadari sekolah swasta termasuk sekolah Katolik harus membiayai dirinya sendiri tanpa bergantung pada subsidi dari pemerintah kecuali dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan dan bantuan operasional pendidikan (BOP) khusus untuk TK.
“Jika ada orang tua Katolik yang mau menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik, jangan bicara saja dari jauh, datang ke sekolah bangun dialog dengan pihak sekolah untuk menemukan solusi terbaik,” kata Rm. Woda.
Menanggapi sorotan terhadap militansi orang muda, Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Denpasar RD. Rony Alfridus Bere Lelo, dalam forum ini menyampaikan sebuah refleksi bahwa cara pandang terhadap orang muda perlu dirubah, tidak hanya melihat mereka dari sisi negatif tetapi melihat sisi positif yang ada pada orang muda.
Terhadap dua hal tersebut, Bapak Uskup Mgr. Silvester San, menegaskan tentang orang muda, perhatian paling utama itu adalah di paroki atau di stasi. Tidak bisa semuanya diperhatikan oleh Keuskupan atau Puspas.
Sedangkan tentang sekolah Katolik, menurut Bapak Uskup, kalau dulu sekolah-sekolah Katolik dapat perhatian dari misi tapi sekarang sudah tidak lagi. Sehingga tidak ada lagi subsidi terhadap sekolah Katolik, kecuali dari dana BOS dan dana BOP dari pemerintah.
“Tantangan kongkret kita adalah memang masalah keuangan, banyak umat kita menilai sekolah Katolik mahal, sebetulnya ini sangat relatif sebab tidak hanya sekolah Katolik tapi semua sekolah swasta. Saya minta para Pastor Paroki yang utama untuk mempromosikan sekolah Katolik kepada umatnya,” harap Mgr. San.
Selepas evaluasi BPU, persidangan dilanjutkan dengan Laporan Keuangan Puspas yang disampaikan oleh Ekonom Keuskupan Denpasar RD. Agustinus Sugiyarto.
Kemudian dilanjutkan penyampaian informasi dan masukan dari Pembimas Katolik Bali Robert Bilarminus Suryanta, Pembimas Katolik NTB Kordi Gadur dan Penyelenggara Bimas Katolik Buleleng Kornelis Misa.
Dalam waktu berikutnya, Direktur Puspas RD. Herman Yoseph Babey, memberikan kesempatan kepada Ketua Tribunal/Vikaris Yudisial RD. DR. Dominikus I Gusti Bagus Kusumawanto untuk menyampaikan sekilas pencerahan seputar Tribunal Perkawinan.
Rancang Program
Pada sesi sore, para peserta mulai merancang program pastoral 2025. Sebagai pengantar sebelum penyusunan program, Direktur Puspas menyampaikan catatan penting untuk menjadi perhatikan para fungsionaris pastoral baik tingkat dekenat maupun bidang dan komisi di Puspas.
Menurut Rm. Babey, setiap program unggulan yang mau dirancang harus berpedoman pada tema besar karya pastoral 2025: “Bangkit dan Bergerak Bersama Mewujudkan Gereja Sinodal yang Militan melalui Katekese Kontekstual.”
Secara garis besar Rm. Babey, menerangkan bahwa Gereja Sinodal yang militan adalah Gereja yang hidup dalam persekutuan, partisipasi dan perutusan, sebagaimana ditekankan dalam hasil Sinode kelima Keuskupan Denpasar.
“Tantangan modernitas, keberagaman budaya, dan kebutuhan spiritual umat memerlukan pendekatan katakese kontekstual yang tanggap terhadap realitas lokal. Maka penting mengupas relevansi katakese kontekstual dalam mewujudkan Gereja Sinodal yang militan dengan mengacu pada Kitab Suci, dokumen Gereja, dan hasil Sinode Kelima Keuskupan Denpasar,” ungkap Rm. Babey.
Romo Babey, kemudian menyampaikan kemungkinan Program Pastoral Keuskupan Denpasar Tahun 2025, antara lain pertama, Pendidikan Iman Kontekstual. Tujuannya membentuk iman umat yang relevan dengan konteks budaya lokal. Untuk itu perlu penyusunan Kurikulum Katakese Berbasis Budaya Lokal dengan mengembangkan materi ajar yang mengintegrasikan tradisi lokal, seperti cerita rakyat, seni, dan nilai-nilai budaya Bali dan NTB, dalam pengajaran iman Katolik.
“Hal ini untuk membantu umat memahami iman dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari. Lalu
membentuk Kelompok Diskusi Iman Berbasis Komunitas untuk mendorong komunitas basis untuk berdiskusi tentang ajaran Gereja dengan metode partisipatif. Kelompok ini juga dapat menjadi sarana evangelisasi di tingkat akar rumput,” katanya.
Kedua, Pewartaan Digital. Tujuannya memanfaatkan teknologi untuk menjangkau umat lebih luas, terutama generasi muda. Oleh karena itu perlu membangun Platform Digital Keuskupan Denpasar, membuat situs web dan aplikasi interaktif yang menyediakan informasi Gereja, renungan harian, dan forum diskusi online. Platform ini juga dapat menjadi pusat untuk mengakses materi katakese dan liturgi.
Untuk pewartaan digital ini perlu melibatkan Kaum Muda sebagai Kreator Konten Rohani untuk membuat video, podcast, dan konten media sosial yang menarik dan sesuai dengan ajaran Gereja. Hal ini memperkuat keterlibatan mereka dalam hidup menggereja.
Ketiga, Sinergi dengan Budaya Lokal. Tujuannya membawa pesan Injil lebih dekat kepada budaya setempat. Dikatakan Rm. Babey, dengan mengintegrasikan Seni Tradisional dalam Liturgi dan Kegiatan Pastoral seperti seni tari, musik gamelan, atau drama tradisional digunakan sebagai bagian dari liturgi dan program pastoral, dengan tetap menjaga kesakralan ajaran Katolik.
“Dialog dengan Tokoh Adat melalui pendekatan dialogis dengan pemuka adat untuk mencari harmoni antara adat istiadat lokal dan iman Katolik, sehingga umat dapat menjalani keduanya tanpa konflik,” katanya.
Keempat, Formasi Katekis dan Imam. Bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pastoral.
Pelatihan tentang Katakese Kontekstual dengan memberikan pelatihan khusus kepada katekis dan imam dalam memahami dan mengaplikasikan katakese kontekstual, agar pewartaan Injil lebih efektif.
“Pendampingan Intensif untuk Katekis dan Imam Baru dengan program mentoring dan pendampingan untuk katekis dan imam baru dalam memahami konteks sosial-budaya di wilayah pelayanan mereka,” urai Rm. Babey.
Pada bagian akhir penjelasannya Rm. Babey mengungkapkan dalam perjalanan menuju Gereja yang lebih sinodal, Keuskupan Denpasar dipanggil untuk bangkit dan bergerak bersama, menjadikan iman Katolik relevan bagi semua lapisan masyarakat. Dengan katakese kontekstual, Gereja dapat menjawab kebutuhan umat secara lebih inklusif, sekaligus menghadirkan transformasi yang nyata di tengah dunia yang terus berubah.
Sebagai pengingat misi ini, Romo Babey mengutip Firman Tuhan dalam Yesaya 60 : 1 yang menegaskan panggilan kita: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu.”
“Marilah kita berjalan bersama dalam semangat sinodalitas, membangun Gereja yang hidup, dinamis, dan kontekstual. Dengan Roh Kudus sebagai penuntun, kita dipanggil untuk menjadi saksi terang Kristus yang membawa harapan bagi dunia. Semoga Keuskupan Denpasar terus mewujudkan cita-cita ini demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa,” ajaknya.
Selanjutnya Romo Babey, selaku pimpinan sidang membagi kelompok peserta sesuai dekenat (4 Dekenat) dan tiga bidang untuk mendiskusikan dan menyusun program pastoral 2025. Penyusunan program diberikan waktu hingga sidang hari ketiga selesai.
Persidangan berikutnya di hari keempat adalah presantase program pastoral 2025 setiap bidang dari empat Dekenat, dilanjutkan program dari tiga bidang bersama komisi-komisi Pusat Pastoral. *
Hironimus Adil