Meriah, Misa Inkulturasi Manggarai di Paroki St. Yoseph

DENPASAR- Ada nuansa berbeda pada misa kedua pukul 09.00 Wita di Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung, Denpasar, Paroki St. Yoseph, pada Minggu (27/10/2024).
Semua petugas liturgi hari itu membalut tubuh mereka dengan pakaian adat Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Tiga imam konselebrasi yang memimpin misa itu pun terlihat lebih gagah dan berkarisma dengan memakai topi dengan balutan selendang khas daerah Manggarai.
Hari itu, Paroki St. Yoseph Denpasar memberi kesempatan kepada etnis Manggarai yang dikoordinir oleh Paguyuban Inkulturasi Mangarai Paroki St. Yoseph untuk mempersembahkan misa inkulturasi Mangarai dengan tata liturgi perayaan tetap sebagaimana biasanya.
Kendati demikian, inkulturasi budaya Manggarai sangat tampak dalam beberapa bagian misa itu. Seperti koor adat, di mana lagu-lagu yang dinyanyikan sebagian besar berbahasa Manggarai yang diambil dari buku “Dere Serani” (buku nyanyian liturgi bahasa Manggarai) serta beberapa lagu liturgi gereja ciptaan para komponis Mangarai di luar Dere Serani.

Namun tidak semua lagu liturgi berbahasa Manggarai, sebab yang hadir dalam misa itu adalah umat dari berbagai etnis. Misalnya, lagu ordinarium (Tuhan Kasihasilah Kami, Kemuliaan, Kudus, Anak Domba Allah), diambil dari Misa Kita II serta lagu Bapa Kami dan madah syukur setelah komuni dari lagu Maria yang biasa dinyayikan umat.
Liturgi bernuansa budaya Manggarai terasa menggetarkan sejak misa mau dimulai, terlihat saat perarakan dari sakrasti menuju ke gereja. Para petugas liturgi maupun imam konselebrasi yang terdiri dari RP. Yan Madia, SVD selaku Pastor Paroki; RP. Laurensius Ketut Supryanto, SVD (Pastor Rekan St. Yoseph); dan Vikjen Keuskupan Denpasar, yang merupakan imam kelahiran Ruteng-Mangarai, RP. Yosef Wora,SVD, mengiringi langkah mereka didahului oleh Renggas (pekikan mulai berdaya spiritual) dilanjutkan dengan ronda (lagu perarakan khas Manggarai yang bermakna memuji Tuhan) hingga di depan pintu masuk gereja.

Sejumlah sesepuh Manggarai sudah berdiri rapi di depan pintu gereja untuk menyambut para imam konselebrasi. Ada ritual penyambutan secara adat untuk ketiga imam, yang didahului oleh “Kepok” (bertutur dalam bahasa Manggarai), lalu dipakaian topi dan mengalungkan selendang khas Manggarai sebagai wujud rasa hormat kepada pemimpin atau tamu agung. Kepada Ketua BPI Paroki St. Yoseph Pramu Hartadi juga dikenakan topi dan selendang yang sama.
Usai acara penyambutan, kemudian lanjut melangkah ke dalam gereja. Sejumlah gadis Manggarai menghantar para imam dan petugas liturgi dengan tarian “Tiba Meka” (terima tamu) sebuah tarian pembuka menuju altar diiringi lagu pembuka oleh koor adat.

Saat persembahan, kembali gadis-gadis Manggarai yang sama tampil menarikan tarian persembahan yang juga diiringi lagu persembahan khas Manggarai.
Begitu meriahnya misa berbalut inkulturasi Manggarai hari itu. Kesan indah dan menarik serta bernilai budaya sekaligus religius, terlihat dari pakaian adat lengkap bercorak Manggarai yang dikenakan oleh para petugas liturgi maupun sebagian umat asal Mangarai yang hadir dalam misa itu. Juga ritual adat yang mengandung pesan religius. Kecuali itu semua, misa berjalan seperti biasa dengan tata liturginya.

Pertama
Misa inkulturasi Manggarai di Paroki St. Yoseph merupakan untuk pertama kalinya dan etnis kedua yang turut mempersembahakan misa inkulturasi. Etnis Jawa mengawali misa inkulturasi di paroki itu beberapa Minggu sebelumnya.
Di awal homilinya dalam misa itu, Pastor Paroki St. Yoseph Denpasar yang memiliki nama lengkap RP. Yohanes I Nyoman Madia Adnyana, SVD mengungkapkan kekagumananya.
“Luar biasa. Dengan pakaian adat Manggarai sungguh terlihat cantik-cantik dan ganteng-ganteng,” pujinya seraya bertaya, “Bagaimana perasaannya?” umat secara serempak menjawab “Senang, bahagia, sukacita.”

Dengan mendasarkan bacaan suci dalam misa itu, Pastor Paroki menekankan tentang permintaan Bartimeus dalam Injil yang memohon supaya dapat melihat. “Rabuni aku ingin dapat melihat,” demikian Pater Yan Madia mengutip kata-kata Bartimeus yang secara fisik memang buta.
Menurut Pater Yan Madia, permintaan Bartimeus ini menginginkan kemampuan untuk melihat yang secara rohani dapat dimaknai kemampuan untuk mengikuti Yesus sebagai jalan, kebenaran dan hidup.
“Kita sesungguhnya buta. Kita memang memiliki mata, tapi sering kita tidak mampu melihat Tuhan dalam diri orang-orang yang perlu kita perhatikan dan layani,” imbuhnya.
Sebelum berkat penutup, imam kelahiran Manggarai yang saat ini sebagai Vikjen Keuskupan Denpasar RP. Yosef Wora, SVD, mengatakan bahagia dapat merayakan misa inkulturasi bersama umat asal Manggarai di paroki itu.
“Melalui budaya juga kita sungguh mengalami kehadiran Tuhan, merasa dekat dengan Tuhan dengan cara dan budaya yang kita miliki. Ini perayaan luar biasa, saya juga (orang) Manggarai tapi Manggarai yang universal,” tuturnya.
Rm. Yan Madia, sebelum berkat perutusan kembali mengungkapkan “Dari hati terdalam terima kasih kepada keuarga besar Manggarai yang mengisi misa inkulturasi Manggarai. Gereja Katolik di nanapun terbuka terhada buadaya apapun. Setelah ini, harap dikuti oleh etnik lainnya, asal sungguh dipersiapkan dengan baik,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Pastor Paroki juga menghimbau umat untuk masuk ke KBG-KBG sesuai dengan tempat tinggalnya masing masing.
Selain sesepuh Manggarai di Paroki St. Yoseph, sejumlah tokoh Manggarai dari paroki lainnya seperti Ketua Ikatan Keluarga Manggarai Bali (IKMB) Ardy Ganggas dan lain-lain hadir dalam misa itu. Tampak juga mantan Ketua Umum Flobamora Bali Yusdi Diaz, Ketua Ikatan Keluarga Flores (IKF) Bali Frans Weo dan sejumlah sesepuh lainya.

Usai misa, dilanjutkan ramah tamah a’la Manggarai di basemen gereja. Para Imam Konselebrasi juga ikut dalam acara ramah tamah ini dengan para para sesepuh yang hadir dan umat asal Manggarai serta umat lainnnya di paroki St. Yoseph.
Dalam acara ramah tamah itu, diisi dengan tarian dan lagu-lagu Manggarai. Ketika makan siang beberapa menu khas Manggarai juga disajikan di meja perjamuan.
Ketua Paguyuban Inkulturasi Manggarai Paroki St. Yoseph Agus Bugis, dalam sapaan kasihnya mengucapkan terima kasih kepada Paroki St. Yoseph karena telah diberi kesempatan untuk boleh mempersembahkan misa inkulturasi Manggarai.
“Terima kasih dan mohon maaf atas segala kekilafan dan kekurangan yang ada,” imbuhnya.
Sementara Ardy Ganggas selaku Ketua IKMB dan Sesepuh Manggarai dalam kesempatan itu mengingatkan keluarga besar Manggarai untuk menjaga diri dan menjaga ketertiban bersama di Bali ini, mengingat situasi kamtibmas belakangan cukup meresahkan akibat dari ulah oknum-oknum tertentu.
“Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung,” ajaknya dengan mengutip sebuah pribahasa yang bermakna untuk menghormati dan beradaptasi dengan budaya di mana kita berada.
Usai misa inklulturasi Manggarai, siapa lagi menyusul?*
Penulis :
Hironimus Adil