LINTAS PERISTIWA

Semalam di Banyuwangi Bersama Koor Paroki St. Yoseph

Sukacita dalam semangat pelayanan. Anggota koor Paroki St. Yoseph Denpasar baru saja merasakan energi positif ini selama semalam di Banyuwangi.

Kehadiran anggota koor paroki itu di Banyuwangi, semuanya diatur oleh kebaikan hati Bapak Sony dan Ibu Evi Lisiana sekeluarga. Di Paroki St. Yoseph keluarga ini cukup dikenal karena dedikasi dan pelayanannya. Pak Sony aktif di pengurus DPP khususnya dalam menata Sound System, sedangkan ibu Evi adalah anggota pengurus Dewan Keuangan Paroki (DPK).

Dukungan keluarga ini untuk koor paroki juga luar biasa dan sangat tulus. Ibu Evi sendiri menjadi salah satu anggota aktif dalam paduan suara itu. Rumah mereka di jalan Cargosari selalu terbuka menjadi tempat latihan koor paroki dan kerap memfasilitasi untuk pengembangan paduan suara tersebut.

Salah satunya memfasilitasi koor paroki dengan mengajak ke Banyuwangi dalam rangka misa peringatan 1000 hari meninggalnya bapak Yulius Soedomo, ayahanda Pak Sony. Belum lama berselang, hal serupa dilakukan keluarga pak Sony-ibu Evi, dengan menghadirkan koor paroki memperingati 1000 hari berpulangnya ayahanda dari Ibu Evi di Gombong, Jawa Tengah. Keluarga ini juga pernah memfasilitasi koor paroki untuk acara konser dalam rangka Anniversary X9 Pro Audio.

Perjalanan ke Banyuwangi sungguh menyenangkan. Berangkat pada Rabu (20/11) pagi dengan bus yang lengkap dengan fasillitas karaokenya. Pastor Paroki St. Yoseph Denpasar RP. Yan Madia, SVD ikut juga dalam bus bersama rombongan koor paroki. Selain itu, juga ada keluarga dan kolega pak Sony-ibu Evi dalam kendaraan yang sama.

Keluarga besar koor paroki bersama kolega dan keluarga ibu Evi dalam bus. Sepanjang perjalanan tak lelah berkaraoke bersama. Tampak paling depan kiri ibu Evi Lisiana

Aroma sukacita sudah mulai terasa ketika semua baru saja duduk dalam bus yang membawa rombongan ini ke kota di ujung timur pulau Jawa itu. Usai doa dan berkat oleh pastor paroki, rombongan langsung ‘tancap gas’ berkaraoke ria.

Seakan tidak kenal lelah, rombongan berkaraoke sepanjang perjalanan. Tak terhitung berapa judul lagu yang dinyanyikan dengan berbagai genre musik. Hampir semuanya ikut bernyanyi, bergembira, tertawa bersama. Semua senang, heboh dan sangat seru.

Kembangkan Potensi

Hampir tak terasa, rombongan ini tiba di Banyuwangi sekitar pukul 14.00 WIB. Langsung makan siang di sebuah restoran yang sebelumnya sudah diatur Ibu Evi yang juga ikut dalam bus rombongan.

Selepas makan, rombongan menuju penginapan di sebuah hotel di dekat Pelabuhan Ketapang Banyuwangi ke arah selatan, untuk sejenak beristirahat dan membersihkan diri. Tepat pukul 16.30 WIB rombongan meluncur ke Restoran Grafika di pantai Watu Dodol Banyuwangi, sedikit ke arah utara dari Pelabuhan Ketapang, kurang lebih 30 menit perjalanan dari hotel.

Rombongan istirahat sejenak untuk coffee break di Resto Soka Indah saat berangkat ke Banyuwangi

Itu adalah restoran milik keluarga bapak Yulius Soedomo (alm). Misa peringatan 1000 hari meninggalnya bapak Soedomo dilaksanakan di aula restoran di pinggir pantai itu. Dalam perjalanan menuju resto, rombongan mendapat pencerahan dari tour leader tentang Legenda Banyuwangi yang artinya air wangi (harum).

Misa dimulai tepat pukul 18.00, dihadiri oleh umat Lingkungan St. Anna Banyuwangi dan Stasi Stela Maris. Hadir pula suster dari kongregasi Sang Timur dan suster Santa Perawan Maria (SPM).

Pastinya adalah rombongan dari Denpasar serta pihak keluarga besar bapak Soedomo. Misa dipimpin oleh Pastor Paroki St. Yoseph Denpasar RP. Yan Madia, SVD dan pelayanan koor oleh paduan suara paroki St. Yoseph.

Menarik bahwa dalam homilinya Pater Yan Madia, mencoba menarik benang merah bacaan Injil malam itu dengan perjalanan hidup bapak Soedomo dan kehidupan keluarga umumnya dalam mengembangkan talenta/potensi diri.

Pastor Paroki St. Yoseph RP. Yan Madia, SVD

Bacaan Injil mengisahkan perumpamaan Yesus tentang uang mina (bdk. Luk. 19:11-27), di mana dari 3 orang yang dipercayakan tuannya untuk mengembangkan mina, hanya dua yang menghasilkan laba sedangkan seorang mengembalikan mina tanpa laba.

Pater Yan Madia, dalam homilinya mengatakan potensi terbesar manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya adalah adaptasi (menyesuaikan diri).

Almarhum bapak Suoedomo dalam perjalanan hidupnya seperti ditayangkan dalam slide ketika mulai misa, telah malang melintang ke berbagai kota dan daerah, sehingga banyak mengenal dan dikenal orang dengan berbagai latar belakang.

“Hal itu terjadi karena beliau memanfaatkan potensi dirinya sekaligus potensi adaptasi sehingga menjadi sukses dan memiliki banyak kenalan,” kata Pater Yan.

Demikian pula dalam kehidupan keluarga akan bertahan dan langgeng ketika dua insan (suami-istri) yang datang dari latar belakang berbeda mampu mengelola potensi menyesuaikan diri terhadap hal baru dan perbedaan yang ada.

“Kalau potensi adaptasi itu kita tidak kelola dan kembangkan maka dengan siapa pun kita pasti tidak kerasan dan di mana pun kita berada tidak akan memiliki teman dan sulit berkembang,” imbuhnya.

Perayaan Ekaristi berlangsung lebih kurang 90 menit. Usai misa, dilanjutkan acara foto-foto. Semua hadirin malam itu kemudian menikmati lezatnya menu-menu makanan dan minuman di resto bibir pantai itu.

Menu hidangan terasa lebih nikmati karena diiringi hiburan dengan penampilan apik dari grup band lokal. Tak mau ketinggalan, setelah makan beberapa rombongan dari Denpasar mulai menyumbangkan suara emasnya, berkolaborasi dengan band lokal.

Semakin malam, panggung hiburan itu seakan menjadi ‘milik’ rombongan yang datang pulau dewata. Selain bernyanyi, mereka juga berkolaborasi dalam goyang dan joget bersama ikut hentakan irama musik. Bahkan tidak mau ketinggalan para staf restoran itu ‘ikut turun’ dangdutan bersama. Rasa lelah setelah melakukan perjalanan sambil tak putus-putusnya bernyanyi seharian semua sirna. Malam yang menyenangkan.

Usai menikmati kebersamaan di restoran Grafika, rombongan dari Bali kembali ke hotel untuk istirahat. Malam itu juga pastor paroki bersama rombongan kecil keluarga kembali ke Denpasar dengan kendaraan pribadi.

Ziarah

Hari kedua, Kamis (21/11) pagi-pagi rombongan sarapan dan tepat pukul 07.00 WIB melakukan ziarah ke Gua Maria Jatiningrum di Curah Jati, arah selatan dari kota Banyuwangi. Perjalanan sekitar 1 jam 30 menit. Karaoke jalan terus sepanjang perjalanan pergi maupun pulang dari gua.

Tiba di lokasi, sejenak bertelut di depan Gua Maria dengan mempersembahkan 5 peristiwa Rorario Terang. Dengan bersimpuh di depan patung Bunda Maria, berbagai permohonan di lambungkan, tidak lupa memohon pertolongan doa Bunda Maria supaya koor paroki tetap kompak sambil terus menyalakan semangat pelayanan.

Foto bersama di depan Gua Maria Jatiningrum

Dari Curah Jati rombongan sempat mampir di pusat oleh-oleh Banyuwangi dan terus pulang ke Bali. Semangat rombongan ini ternyata tidak pernah mati. Pulang dari Gua Maria, seperti menambah energi baru. Sama seperti saat berangkat, sepanjang perjalanan tak hentinya melahap berbagai judul lagu, hampir tidak ada yang tertidur hingga tiba kembali dengan selamat.

“Kalian memang is the best. Semua bisa kita lewati dengan penuh sukacita, I love u pol,” tulis Ketua Koor Paroki Ibu Gek dalam WAG Banyuwangi, seraya berterima kasih kepada pak Sony dan Ibu Evi, Pastor Paroki yang terus mendukung dan semua yang ikut dalam rombongan.

Ketua koor paroki St. Yoseph Ibu Gek

Ibu Evi, atas nama keluarga mengucapkan terima kasih kepada koor paroki, pastor paroki serta semua rombongan yang telah ikut ambil bagian dalam pelayanan dan bersukacita bersama ke Banyuwangi.

Kebersamaan dan sukacita yang tercipta tentunya tidak berhenti hanya menjadi eforia semalam, justru menjadikan perjalanan penuh kegembiraan itu sebagai dorongan untuk koor paroki semakin menyalakan semangat pelayanan ke depannya.

Seperti ditulis oleh Pastor Paroki dalam WAG Banyuwangi, “… Kemesraan ini janganlah cepat berlalu… Lanjutkan! Selalu kompak dan sukacita bersama.”

Harapan senada diungkapkan Ibu Evi dan Ibu Gek. “Semoga koor paroki selalu kompak, terus melayani sepenuh hati,” tulis ibu Evi.

Ibu Gek selaku Ketua Koor Paroki pun menggores, “Buat kalian semua tetaplah kompak dan semangat serta satu dalam pelayanan apa pun.”

Lagu Kemesraan menjadi lagu penutup perjalanan dan dinyanyikan sampai tiba kembali di rumah ibu Evi di jalan Cargosari. Kiranya spirit ‘Semalam di Banyuwangi’ tidak pernah berlalu, apalagi sudah menimba kekuatan Tuhan lewat Bunda Maria di Jatiningrum. Pelayanan terdekat malam Natal sudah menanti, ayo tetap menyala!

Penulis : Hironimus Adil

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
error: Content is protected !!
Close
Close