Pendamping SEKAMI Se-Bali Jadi yang Pertama Nikmati Fasilitas Catholic Centre
DENPASAR – Bahagianya para pendamping Sekami yang datang dari paroki/stasi se-Bali. Merekalah yang pertama menikmati fasilitas yang lumayan ‘wah’ di Catholic Centre (Griya Pastoral) milik Keuskupan Denpasar.
Gedung yang terletak di jalan Rambutan 27 Denpasar dengan fasilitas cukup lengkap, baik untuk pertemuan maupun penginapan ini, baru selesai soft opening, Jumat (15/11/2024) siang.
Usai soft opening langsung kedatangan para Pendamping Sekami untuk mengikuti SOMA yang diselenggarakan oleh Komisi Karya Kepausan Indonesia (KKI) Keuskupan Denpasar.
SOMA (School Of Missionary Animators) merupakan program rutin Komisi KKI 2024 dan akan berlangsung mulai Jumat (15/11) sore hingga Minggu (17/11).
“Kita bersyukur karena kelompok pertama yang memakai gedung ini. Jangan buat rusak di kamar dan selalu meninggalkan kamar dalam keadaan bersih,” ungkap Ketua Komisi KKI Keuskupan Denpasar RD. Herman Yoseph Babey saat mengantar SOMA.
Di hadapan 83 orang peserta SOMA, Rm. Babey menegaskan bahwa waktu kemah SEKAMI di Palasari, Juni lalu, ditemukan banyak pendamping pemula.
“Maka SOMA ini kita laksanakan untuk pembekalan bagi pendamping pemula dan nanti akan berlanjut dengan SOMA yang sama di NTB,” kata Romo Babey.
Selanjutnya Rm. Babey menyampaikan orientasi SOMA. Dalam orientasi kegiatan, Direktur Puspas ini menjelaskan alur materi selama SOMA yang akan diawali dengan arahan dari Uskup Denpasar Mgr. Silvester San. Dilanjutkan dengan Urgensi Pastoral Anak; Misi Allah Tritunggal; Misi Gereja dan KKI; Spiritualitas Misioner: dan Tanggung Jawab Misioner.
Tentang latar belakang umum diadakannya SOMA, menurut Rm. Babey, terutama karena setiap pengikut Yesus dipanggil untuk menjadi misionaris-Nya.
Sedangkan tujuan SOMA adalah supaya peserta memahami gambaran umum tentang karya kepausan, memperluas wawasan misioner, mengembangkan semangat/jiwa misi universal, dan solidaritas misioner serta meningkatkan komitmen pribadi dan bersama dalam mengembangkan karya misioner.
Dalam SOMA, para peserta juga biasanya diberikan kesempatan untuk belajar keterampilan-keterampilan khusus untuk memperkaya pendampingan, dan tentu saja keseruan saat animasi misioner berupa nyanyi dan gerak bersama.
Sahabat Seperjalan Sekami
Uskup Denpasar Mgr. Silvester San, tampil setelah pengantar kegiatan oleh Rm. Babey, dalam arahannya mengungkapkan bahwa SOMA merupakan pendampingan, pembinaan dan karderisisasi pendamping Sekami.
“Saya bangga kalian banyak yang pernah aktif di Sekami dan sekarang naik level menjadi pandamping. Kita bersyukur Sekami di Keuskupan Denpasar sungguh hidup dan regenerasi pendamping juga berjalan baik. Kita juga punya pengalaman mengadakan kegiatan sekala besar yaitu Kemah 1000 anak yang menjadi kesempatan bagi anak Sekami untuk pendalaman iman, latih mandiri dan sebagainya,” kata Uskup.
Uskup menambahkan di era globalisasi ini banyak tantangan yang dihadapi , maka anak-anak harus pertama-tama dibentengi dengan iman yang kuat dan teguh serta iman yang militant. Era modern, kata Uskup sangat mempengarui kehidupan manusia, baik pola pikir, tingkah laku dan gaya hidup semuanya berubah.
Lebih jauh Uskup menegaskan bahwa menjadi pendamping Sekami berarti siap menjadi sahabat seperjalanan anak-anak Sekami untuk dekat dengan Yesus. Perlu juga dingat, kata Uskup, pangilan menjadi animator/animatris itu adalah panggilan misi untuk menjadi misionaris.
“Kegiatan SOMA ini juga menjadikan kalian untuk peduli dan peka terhadap masalah sosial di sekitar kalian. SOMA tidak hnaya teori tapi dilatih juga keterampilan termasuk keterampilan berkomunikasi,” pungkas Uskup.
Usai menyampaikan arahannya, kemudian Rm. Babey mempersilahkan peserta untuk menyampaikan pertanyaan atau apapun uneg-uneg mereka kepada Uskup.
Diberi kesempatan seperti itu, para pesertapun banyak menyampaikan ‘curhat’ mereka yang berangkat dari pengalaman mendampingi anak-anak Sekami selama ini.
Ada peserta yang bercerita sulit sekali mengatur anak-anak yang lebih banyak main HP daripada konsentrasi pada pembinaan atau kegiatan Sekami.
Pendamping lain punya pengalaman bahwa tidak ada pertemuan persiapan pendamping saat mau kegiatan Sekami. Kemudian minta masukan Uskup, tentang cara menegur anak-anak zaman sekarang.
Lalu ada peserta lain curhat tentang anak-anak yang tidak datang pembinaan karena kesibukan orang tua untuk mengantar mereka, lalu bertanya bagaimana solusinya.
Sementara Pendamping lainnya mengeluhkan banyak anak-anak Sekami hilang dari kegiatan Sekami setelah Komuni Pertama. Ditanya bagaimana memotivasi mereka.
Lalu ada pendamping yang menceritakan ada orang tua yang datang mengantar anak-anak, selama perayaan Ekaristi hanya menunggu anak-anaknya saat kegiatan Sekami, tetapi ikut menerima komuni, bagaimana memberitahu orang tua seperti ini. Pendamping yang sama juga menceritakan tentang pendamping yang rangkap jabatan menjadi Ketua KBG atau Ketua Lingkungan dan lebih memprioritaskan kegiatan di luar kegiatan Sekami.
Uskup mencoba menanggapi setiap ‘curhat’ para pendamping itu dengan menjawabnya satu per satu. Untuk menghadapi anak-anak yang suka main HP, Uskup mengatakan perlu kesepakan dari awal bahwa tidak boleh menggunakan HP selama pembinaan berlangsung.
Uskup juga menjelaskan pentingnya duduk bersama merencanakan materi pembinaan sebelum pertemuan/kegiatan Sekami. Sedangkan cara menegur anak-anak sekarang memang menjadi serba salah sebab orang tua terlalu protektif terhadap anaknya, akibatnya jelek misalnya anak menjadi egois dan manja.
“Anak-anak zaman sekarang tentu berbeda pola pendekatan dan pembinaan dengan zaman dulu. Kalau kami dulu, jika salah dipukul oleh guru itu hal biasa, tetapi sekarang para guru atau pembina takut melakukan cara pembinaan seperti itu. Hasilnya era dulu anak-anak lebih tahan banting dan anak sekarang lebih egois dan manja,” imbuh Uskup San.
Untuk waktu pembinaan Sekami supaya bisa disesuiakan dengan waktu orang tua, menurut Uskup perlu dibicarakan dan disepakati waktu yang tepat dan usahakan dibicarakan juga dengan pastor paroki, bagaimana baiknya, mungkin bisa rembug juga dengan orang tua.
Mengenai anak-anak yang hilang setelah Komuni, menurut Uskup, perlu motivasi terus menerus dan ingatkan anak-anak setelah Komuni itu masih usia anak-anak Sekami sehingga mereka tetap wajib ikut kegiatan Sekami.
Sedangkan orang tua yang tidak mengikuti misa secara penuh namun ikut menerima komuni itu tidak benar dan perlu ditegur dalam semangat persaudaraan.
Usai masukan dari Uskup, waktu sepenuhnya diserahkan kepada Ketua Komisi KKI Rm. Babey dan Tim KKI Keuskupan Denpasar hingga hari tarakhir kegiatan. *
Penulis :
Hironimus Adil