Goes To School; Komisi Panggilan dan Seminari Jaring Pangilan Khusus
DENPASAR – Kunjungan ke sekolah-sekolah (goes to school) untuk aksi panggilan, merupakan program Komisi Panggilan dan Seminari Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar tahun 2024. Sebuah giat untuk menjaring panggilan khusus menjadi imam, biarawan-biarawati.
Sekolah yang dikunjungi kali ini adalah St. Yoseph Denpasar. Bertempat di Sport Centre Yayasan Insan Mandiri di Jalan Serma Kawi Denpasar, sekitar 400 siswa-siswi SMP dan SMA St. Yoseph Denpasar khusus yang beragama Katolik berkumpul mengikuti kegiatan ini, Selasa (12/11) pagi.
Aksi panggilan ini diisi dengan promosi atau memperkenalkan kepada para siswa-siswi tentang kongregasi suster serta promosi terkait panggilan menjadi imam.
Sebelumnya, tepatnya bulan Juli lalu, SMPK St. Thomas Aquino Padang Tawang yang disambangi komisi ini untuk kegiatan yang sama.
Dari Komisi Panggilan dan Seminari hadir dalam aksi panggilan di SMP dan SMA St. Yoseph Denpasar adalah Ketua Komisi RD. Antonius Gede Ekadana Putra, dan Sekretaris Komisi Sr. Katherin, RVM.
Beberapa biarawati dari kongregasi yang berbeda juga hadir dalam promosi panggilan ini yaitu Kongregasi Suster SCMM, SMI, OSSS, dan SJMJ. Hadir pula dua orang Frater yang sedang TOP di Seminari Tuka yaitu Fr. Bosco dan Fr. Bernad, serta beberapa siswa Seminari.
Kegiatan itu berlangsung dalam suasana sukacita dan gembira. Beberapa lagu rohani sebagai penghangat suasana dilantunkan saat itu. Dipandu oleh Fr. Bosco, semua yang ada dalam ruangan ikut bernyanyi dengan gerakan sesuai irama lagu.
Dibuka dengan doa, lalu dilanjutkan sapaan kasih dari Kepala SMPK St. Yoseph Denpasar Sr. Imeldin, SJMJ dan Ketua Komisi Panggilan dan Seminari RD. Antonius Gede Ekadana Putra.
Sr. Imeldin, SJMJ, mewakili sekolah St. Yoseph, mengatakan rasa bahagia dan berterima kasih kepada Komisi Panggilan dan Seminari atas terselenggaranya Aksi Panggilan di sekolahnya.
“Anak-anak terkasih, kita berkumpul di sini dalam rangka menanggapi panggilan Tuhan dalam acara aksi panggilan. Semoga ada di antara kalian yang tertarik mau menjadi imam, suster dan biarawan,” katanya, seraya bertanya, “Apakah anak-anak bahagia?”. Mereka kompak menjawab “Bahagia.”
Ketua Komisi Panggilan dan Seminari yang akrab disapa Romo Tony, juga mengungkapkan rasa gembiranya dapat berjumpa dengan siswa siswi SMP dan SMA St. Yoseph dalam jumlah yang tidak sedikit.
Romo Tony menerangkan bahwa aksi panggilan ini merupakan program komisi yang dipimpinnya dengan mengunjungi sekolah-sekolah Katolik.
“Kami datang dengan para suster dan frater, untuk mengenal lebih dekat tentang kehidupan biara maupun para imam, sebab kalau tidak kenal pasti tidak cinta. Hari ini kita akan bincang-bincang seru dan asyik tentang panggilan,” ungkapnya.
Masing-masing kongregasi suster yang hadir dalam aksi ini kemudian memperkenalkan biaranya serta karya-karya pelayanan mereka. Untuk mendukung presentasinya beberapa suster memutarkan video tentang kehidupan biara mereka. Diperkenalkan juga tentang kehidupan para imam, baik itu imam diosesan (projo) maupun imam kongregasi oleh Fr. Bernad dan Fr. Bosco.
Sebagaimana disampaikan oleh Romo Tony dalam sapaannya bahwa akan ada bincang-bincang seru, kegiatan itu lebih banyak diisi dengan tanya jawab antara para siswa-siswa dengan Romo, Biarawati, dan Frater yang hadir.
Dalam bincang-bincang seru itu, anak-anak cukup aktif bertanya. Salah satu siswa bernama Vinsen, bertanya apa saja tantangan utama yang dihadapi para imam.
Romo Tony, yang menjawab pertanyaan Vinsen, mengungkapkan tantangan utama seorang imam, termasuk biarawan dan biarawati adalah melawan rasa bosan.
“Karena kita tidak bisa berbuat sesuka hati, bahkan kita melakukan sesuatu secara berulang-ulang dan itu pasti membosankan,” kata Rm. Tony.
Tantangan utama lainnya yaitu harus kuat terhadap godaan lawan jenis. “Sebagai laki-laki dan perempuan normal tentu salah satu tantangan terbesar adalah godaan dari lawan jenis. Tapi kita sudah terikat dengan janji untuk hidup selibat. Kita berpegang teguh pada janji kita dengan selalu berdoa mohon kekuatan kepada Tuhan agar selalu setia pada panggilan dan janji imamat maupun kaul yang sudah diikrarkan,” imbuhnya.
Seorang siswi menanyakan tentang berapa lama proses dan pembinaan menjadi seorang suster. Diikuti pertanyaan siswi lainnya mengenai syarat menjadi seorang suster dan minimal pendidikan bagi seorang calon suster.
Secara bergantian para suster yang hadir menjawab bahwa proses menjadi suster itu mulai dari tahap Aspiran (perkenalan awal dengan kegiatan keterampilan dan acara harian selama 1-2 tahun), lalu Postulan selama 2 tahun, di mana dalam tahap ini calon suster berorientasi pada kehidupan membiara. Lalu tahap Novisiat (mengolah kehidupan rohani) lalu menjadi suster muda (masa yuniorat).
Sedangkan persyaratan menjadi seorang suster, umumnya adalah tentu harus perempuan beragama Katolik, sehat jasmani dan rohani, pendidikan minimal lulus SMA/SMK atau sederajat.
Sedangkan untuk seorang calon imam, Fr. Bernad, menjelaskan untuk menjadi seorang imam, mulai dari Sekolah (Seminari) Menengah (SMP-SMA), lalu Tahun Orientasi Rohani (TOR) dan Kuliah di Seminari Tinggi, bisa sampai 13 tahun atau lebih dan harus melewati seluruh tahapan yang ditentukan untuk menjadi seorang imam.
Pertanyaan datang dari siswa lainnya Dio. Dia bertanya apakah bisa menjadi Romo jika tidak melalui Seminari Menengah? “Bisa,” jawab Fr. Bosco. Dikatakan, lulus SMA biasa atau SMK atau bahkan yang sudah ada profesi pun, seperti guru atau dokter, dan lain-lain dan masih muda, bisa melamar menjadi imam dengan mengikuti pendidikan sesuai syarat dan ketentuan yang ada.
Setiap murid yang mengajukan pertanyaan mendapat bingkisan khusus dan Komisi Panggilan dan Seminari. Aksi Panggilan tersebut berlangsung selam dua jam dari pukul 08.00 – 10.00 Wita.
Usai kegiatan diberikan kesempatan foto bersama. Setelah mengikuti aksi panggilan anak-anak kembali mengikuti pelajaran di kelas masing-masing. *
Penulis :
Hironimus Adil