Dianjurkan Buku Tanya Jawab Iman Katolik Usahakan Praktis, Sederhana dan Bermanfaat
KUTA, BALI – Pertemuan Komisi Kateketik Regio Nusa Tenggara (Nusra) yang berlangsung di Bali, 26-30 Agustus 2024, pada Selasa (27/8), memiliki dua agenda utama yaitu laporan dari setiap keuskupan dan masukan narasumber.
Pertemuan hari kedua ini, diawali dengan perayaan Ekaristi di pagi hari. Lalu, persidangan dimulai dengan laporan panorama kegiatan masing-masing Komkat Keuskupan dari 8 keuskupan yang ada di Regio ini.
Laporan program dan kegiatan setiap keuskupan itu saling memperkaya karena bisa menjadi inspirasi bagi keuskupan lainnya.
Pertemuan selanjutnya disi dengan masukan narasumber. Sekretaris Eksekutif Komisi Kateketik KWI RD. Festo Da Santo, yang tampil sebagai salah seorang narasumber mengusulkan supaya buku kateksimus khusus mengenai tanya jawab iman Katolik yang akan disusun oleh Regio Nusra ini diusahakan bersifat praktis, sederhana dan bermanfaat sehingga tidak perlu tebal.
Romo Festo juga menegaskan agar dalam penyusunan buku saku sebagai upaya peningkatan pengetahuan sekaligus penghayatan iman umat itu harus berdasarkan Katekismus Gereja Katolik.
Pertanyaannya juga berisi hal-hal dasar tentang iman Katolik dan hal-hal umum yang biasa muncul untuk umat Katolik dari umat agama lainnya.
Dikatakan Romo Festo, pertanyaan tentang dasar iman Katolik yang biasa ditanyakan antara lain tentang Yesus Kristus baik kehidupan maupun ajaranNya, mulai dari lahir, karya, wafat dan kebangkitanNya.
Selain itu, hal umum yang sering ditanyakan adalah tentang Trinitas, Doa-doa Katolik, Devosi kepada Bunda Maria, penyembahan patung termasuk masalah-masalah moral seperti pandangan Gereja Katolik tentang bunuh diri termasuk aborsi, hukuman mati, homo seksualitas, dan sebagainya.
Kemudian Romo Festo menampilkan beberapa contoh pertanyaan yang dapat dijadikan inspirasi dan jawabannya harus mengacu pada sumber ajaran Katolik, baik dari Katekismus Gereja, Alkitab dan sebagainya.
“Usahakan susun buku yang praktis, sederhana dan bermanfaat tentang hal-hal yang sering orang tanyakan tentang iman Katolik. Jangan juga semua hal dimasukan, malah tidak bisa dibawa kemana-mana nanti karena berat,” katanya saat tampil pada Selasa sore.
Seorang narasumber lainnya yang tampil sebelum Romo Festo adalah RD. Yohanes Driyanto, Vikaris Yudisial Keuskupan Bogor, juga Dosen yang mengajar di Universitas Pahriangan Bandung.
Dalam pemaparannya Romo Driyanto, menyampaikan apresiasi kepada para peserta yang disebutnya sebagai pewarta yang luar biasa.
Rm. Driyanto sendiri punya segudang pengalaman mengajar Agama Katolik mulai dari Sekolah Minggu hingga perguruan Tinggi, tidak hanya di sekolah Katolik, tetapi pernah juga mengajar di SMA Negeri.
Sebagai seorang Katekis, tugas utamanya, kata dia, adalah terpanggil menjadi seorang Nabi untuk mengajar.
Mengenai rencana penyusunan katekismus khususnya tanya jawab iman Katolik di regio ini, Romo Driyanto, menerangkan bahwa Katekismus Gereja Katolik itu berkaitan dengan percaya/iman (Lex Credendi), perayaan (Lex Celebrandi), prilaku hidup (Lex Vivendi) dan doa (Lex Orandi).
“Jadi Katekismus Gereja Katolik itu sangat luas menjangkau banyak hal terkait dengan iman Katolik,” katanya.
Rm. Driyanto juga menegaskan bahwa Gereja itu cirinya adalah berkumpul (persekutuan). Dengan mengutip Kisah Para Rasul, dikatakan bahwa mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rsul dan dalam persekutuan; Mereka selalu berkumpul untuk memcahkan roti dan berdoa; segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama (Bdk. Kis 2: 41-47; 4: 32-36)
Di sisi lain Romo Driyanto menganjurkan supaya katekese itu menarik maka harus tahu dulu sasaran atau subyek ajar sesuai usia dan kemampuan. Demikian juga dengan metode, bisa dengan dongeng untuk anak-anak atau metode lain sesuai usia, dan sebagainya.
Pewartaan atau pengajaran itu, lanjutnya, adalah upaya untuk membuat Yesus Kristus dikenal, diimani dan dicintai.
Injil, lanjutnya tidak hanya disampaikan kepada semakin banyak orang tetapi sungguh-sungguh dapat menjadi: (1) pola pikir (Patten of thought); (2) standar penilaian (stabdard of judgement); (3) norma prilaku (norm behavior) sebanyak mungkin orang.
Dalam memperkenalkan iman Katolik, sampai pada penghayatannya, menurut dia, hanya melalui dua cara yaitu Katekese berupa pengajaran atau pewartaan yang dilakukan di luar ibadat. Kedua, pengajaran atau pewartaan yang dilakukan di dalam ibadat adalah kotbah/homili ketika dalam perayaan Ekaristi.
Berkatekese atau berkotbah, katanya, bertujuan supaya iman itu viva (hidup), explicita (jelas, tegas, pasti) dan operosa (operatif, iman yang punya daya untuk mengubah).
“Berkatekese juga adalah penyampaian pengalaman hidup diri sendiri, orang lain, orang kudus,” imbuhnya.
RD. Ancis, Ketua Komkat Keuskupan Larantuka yang memandu sesi pertama pemaparan dari Rm. Driyanto menegaskan bahwa tantangan saat ini adalah bagaimana katekse tanya jawab ini dapat diselaraskan dengan konteks budaya di Regio Nusra ini.
Apa yang disampaikan Rm. Ancis, kiranya menjadi perhatian seluruh peserta dalam penyusunan buku saku tanya jawab iman Katolik yang hendak dibuat.
Persidangan pada hari berikutnya akan mengerucut pada diskusi tentang tema-tema yang akan diangkat dalam buku tanya jawab iman Katolik yang pada gilirannya menyusun pertanyaan dan menghasilkan buku pegangan bersama di Regio Nusra.*
Hironimus Adil