Internet Jadi Benua Baru Ladang Pewartaan Iman

DENPASAR – Komisi Pendidikan Keuskupan Denpasar, menghadirkan RP. Yakobus Kadek Suardana, SX, sebagai narasumber dalam Workshop Katekese Kontekstual bagi para Guru Agama Katolik se-Bali dan Lombok-NTB, Jumat (22/8/2025).
Ketua Komisi Pendikan RD. Dr. Yohanes Kadek Ariana, mengungkapkan workshop ini merupakan program unggulan Komisi Pendidikan tahun 2025. Menurut Romo Kadek Ariana, kateksese pada era sekarang ini lebih banyak berbasis digital.
“Sekarang kita hidup di era digital, ini konteks kita saat ini. Maka, untuk mewartakan iman yang kontekstual, tidak lepas dari konteks yang sedang kita hadapi yaitu dunia digital,” katanya.
Tujuan kegiatan ini, lanjutnya, yaitu meningkatkan keterampilan Guru Agama Katolik dalam mengembangkan kualitas pengajaran khususnya pengajaran agama Katolik maupun dalam pewataan Iman yang nantinya diharapkan berdampak positif bagi anak didik maupun masyarakat lainnya.
“Kita diajak dan diharapkan agar dalam pengajaran mesti lebih menarik, kreatif dan inovatif. Kita juga dapat membuat konten-konten edukatif, inovatif dan lebih hidup. Semoga ada inspirasi yang dapat kita timba dari workshop ini,” harapnya.
Direktur Puspas yang juga Vikjen Keuskupan Denpasar, RD. Herman Yoseph Babey, yang sedang mengikuti Pernas Komisi Komsos KWI di Jakarta, lewat rekaman video mengatakan workshop ‘Katekese Kontekstual’ yang diusung oleh Komisi Pendidikan ini, sangat sangat relevan dengan tema karya pastoral Keuskupan Denpasar 2025, yaitu ‘Bangkit dan Bergerak Bersama Mewujudkan Gereja Sinodal yang Miitan melalui Katekese Kontekstual.’
Menurut Vikjen, penguatan iman dan karya katekese peru hadir di ruang kelas, tentu dengan cara manarik dan kreatif serta dapat menjadi inspirasi bagi anak didik. “Media sosial bukan lagi penghalang tapi lahan yang luas di mana Injil dapat diwartakan agar terus bersinar,” kata Vikjen, yang kemudian membuka workshop itu lewat sarana digital.
Bermisi di Dunia Digital
RP. Yakobus Kadek Suardana, SX, selaku narasumber membagi workshop ini dalam dua bagian. Pada bagian pertama diisi dengan ketekese atau pengajaran tentang ‘Bermisi di Dunia Digital’. Bagian kedua peserta diajak melakukan praktek membuat konten pewartaan, dikerjakan dalam kelompok.

Menurut Rm. Kadek, demikian sapaan imam Xaverian asal Paroki Babakan-Bali ini, bermisi di dunia digital merupakan pilihan yang relevan dan kontekstual saat ini seiring berkembang pesatnya internet.
Internet (Interconnected Networking), katanya, adalah sebuah system jaringan komunikasi global yang saling terhubung, menghubungkan semua perangkat komputer di seluruh dunia untuk memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi secara luas.
Menurut Pastor yang kini berkarya di Paroki St. Paulus Pekan Baru-Riau itu, sebagai sistem jaringan komunikasi global yang saling terhubung, internet menjadi seperti ‘benua baru’.
“Di benua baru ini semua orang ada di sana, orang muda pun semuanya berkumpul di sini. Maka ini menjadi ladang luas untuk pewartaan iman atau dalam mewartakan Injil. Guru Agama Katolik pun dipanggil hadir di ruang digital ini,” katanya.
Dikatakan Rm. Kadek Surdana, Gereja sendiri meyakini bahwa media komunikasi sosial, seperti ditegskan dalam Konsili Vatikan II, merupakan ‘penemuan-penemuan teknologi yang mengagumkan yang meski telah melakukan banyak hal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, masih dapat berbuat lebih banyak lagi (Inter Mirifica).

Romo Kadek Suardana, lalu mengutip Paus Paulus VI yang menegaskan Gereja ‘merasa bersalah di hadapan Tuhan’, jika gagal menggunakan media komunikasi untuk evangelisasi.
Kemudian Paus Yohanes Paulus II, mengingatkan “Orang-orang Katolik hendaknya jangan takut membukakan pintu dunia komunikasi sosial bagi Kristus, sehingga kabar gembira-Nya dapat terdengar dari atap-atap dunia.”
Media komunikasi sosial termasuk internet, lanjut pastor yang sehari-harinhya mengurus media Kongregasi Xaverian ini, membawa peluang sekaligus tantangan. Peluangnya bahwa media komunikasi sosial membawa berita-berita dan informasi mengenai peristiwa-peristiwa keagamaan, gagasan-gagasan keagamaan, dan tokoh-tokoh agama. Media juga merupakan alat untuk evangelisasi dan katekese.
Tantangannnya, antara lain masalah-masalah khusus yang ditimbulkan internet ialah kehadiran situs-situs kebencian yang digunakan untuk menjelek-jelekan dan menyerang agama-agama serta kelompok-kelompok etnis.
Tantangan berikutnya, menurut Imam yang pernah kuliah Cinematographi di IKJ selama 3 tahun dan di Jogja selama 2 tahun ini, merebaknya situs pornografi dan kekerasan dalam media sosial, situs kebencian, di mana ini merupakan dimensi paling gelap kodrat manusia yang dirusak oleh dosa.
Khusus bagi Gereja Katolik, katanya, tantangan paling nyata adalah merebaknya situs-situs web yang menamakan diri Katolik. “Ini menciptakan masalah-masalah jenis lain,” tegasnya. Maka dianjurkan, hendaknya kelompok-kelompok yang terkait dengan Gereja, hadir secara kreatif dan bijaksana dalam internet.
Romo Kadek Surdana juga mengingatkan agar memperhatikan etika dalam berinternet. “Keutamaan solidaritas adalah ukuran kegunaan yang ditawarkan internet bagi kebaikan bersama. Kebaikan bersamalah yang menjadi konteks untuk mempertimbangkan pertanyaan moral ini: ‘Apakah sarana komunikasi sosial digunakan untuk kebaikan atau kejahatan’,” katanya.

Lantas, imam yang pernah belajar Teologi di Mexico City dan menjadi pembina Seminari selama 10 tahun di Negara itu, menguraikan prinsip dasar komunikasi sosial, antara lain kebenaran dan kejujuran, keterbukaan dan keterlibatan, kontekstual sesuai audiens, membangun harapan dan kesaksian hidup.
Kepada para Guru Agama Katolik dari berbagai sekolah di Bali dan Lombok ini, Romo Kadek mengingatkan akan etika dan spiritualitas bermedia sosial, yaitu tidak sebarkan hoax/kebencian, jaga privasi murid, fokus pada kasih Kristus, jadikan media sosial sebagai ruang iman dan konten sebagai kesaksian iman.
Latihan Praktis
Pada bagian kedua worshop, Romo Kadek Suardana, mengajak peserta untuk Latihan prakstis. Peserta dibagi menjadi 7 kelompok, dan setiap kelompok diminta untuk simulasi membuat konten sederhana. Waktu untuk simulasi dan kerja kelompok sampai menghasilkan konten sekitar 1,5 jam.
Dari 7 kelompok itu, menghasilkan 7 konten sederhana dan setiap kelompok diminta untuk sharing hasil karyanya, lalu dievaluasi.
Sebelum peserta masuk dalam simulasi kelompok, terlebih dahulu Romo Kadek menyampaikan tips membuat konten media sosial. Tipsnya antara lain: Kenali audiens, anak SD, remaja atau orang muda. Jenis konten bisa inspirasi harian, cerita santo-santa, doa singkat.
Dari sisi visual, imbuhnya, sederhana, jelas, huruf mudah dibaca. Narasi juga harus singkat, positif serta ajakan. Disarankan untuk menggunakan tool gratis seperti Canva atau CapCut.

Pada bagian penutup pemaparannya, Pastor asli Bali ini, menegaskan lagi bahwa media sosial adalah areopagus baru, tempat orang diundang untuk mewartakan Kristus dengan cara segar, kreatif dan penuh kasih. Terutama untuk Guru Agama sebagai misionaris digital.
Seorang Guru dari Pulau Lombok, Ika Lengga, di akhir kegiatan mengungkapkan kegiatan ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan kualitas para guru, khususnya Guru Agama dalam membuat konten-konten katekese kontekstual.

“Kalau bisa kegiatan ini dibuat lagi dan hendaknya tidak dibuat hanya dalam satu hari. Dengan harapan kita semua menjadi lebih kreatif lagi dalam membuat konten katekese baik untuk kepentingan pengajaran maupun untuk media sosial kita,” harap Guru yang Yayasan Insan Mandiri Cabang Lombok itu. *
Hironimus Adil