Bukan 01, 02, atau 03 yang Menang, Ini Kata Rm. Yan Madia, SVD Pemenangnya
DENPASAR – “Siapa yang menang hari ini?” Demikian pertanyaan RP. Yohanes Madia Adnyana, SVD, dalam pengantar Misa Rabu Abu, Rabu (14/2) petang pukul 18.00 Wita, di Gereja Yesus Gembala Yang Baik, Ubung, Denpasar.
Diajukan pertanyaan seperti itu, umat mulai bisik-bisik sendiri sesuai informasi yang didapat, entah dari medsos, pemberitaan online, televisi dan sebagainya.
Tapi tak lama kemudian, Pastor Paroki St. Yoseph Denpasar ini pun menjawabnya sendiri. “Yang pasti Tuhan kita Yesus Kristus sebagai pemenangnya. Saya menyebut Yesus sebagai pemenang, karena sangat memperhatikan kita. Ingat, sepanjang hidup satu dengan yang lain pasti berbeda, terkadang kita tidak lulus menjadi anakNya. Di sana sini kita jatuh, namun justru Tuhan tidak mau kita hancur. Sehingga hari ini, kita kembali masuk masa prapaskah, masa tobat, pantang dan puasa untuk meluruskan kembali arah jalan hidup kita,” katanya.
Tentu saja kalimat Romo Yan, demikian biasa disapa, merujuk pada peristiwa 14 Februari 2024 kemarin, di mana Bangsa Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum, di mana ada Capres/Cawapres dengan nomor urut 01,02, 03. Saat bersamaan Gereja Katolik sejagat merayakan Hari Rabu Abu, sebagai awal masa tobat, masa pantang dan puasa atau biasa disebut masa prapaskah hingga Paskah tiba 40 hari mendatang.
Bagi Pater Yan, perhatian dan cinta Tuhan kepada umat beriman yang tiada batasnya, pasti memilih dekat atau berbalik kepada Tuhan melalui tobat, pantang dan puasa, sehingga Tuhan keluar sebagai pemenang.
Sementara dalam homilinya, Romo Yan Madia, kembali mengawalinya dengan pertanyaan reflektif. “Apa reaksi spontan anda, ketika kita mulai lagi Rabu Abu? Itu berarti masa prapaskah, masa pantang dan puasa. Apakah senang, tidak senang, atau protes?” tanyanya, seraya berujar, “Ayo cek dulu batin kita masing-masing dan harus jujur pada diri sendiri.”
Atas pertanyaa itu, seorang umat berani menjawab, katanya, “Setengah senang dan setengah tidak senang Romo.” Romo Yan kemudian mengingatkan umat itu supaya jawabannya harus tegas. “Setengah-setengah itu sama dengan miring. Anda pilih apa itu? Santu Petrus bilang apa: kalau ya katakan ya, kalau tidak katakan tidak. Lebih dari itu berarti kompromi, dan kompromi itu datangnya dari setan,” katanya.
Lebih lanjut, dalam homilinya pastor kelahiran Kulibul itu mengajak umat untuk menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara, maka adanya masa prapaskah haruslah menjadi berkat.
Kemudian Romo Yan menejelaskan bahwa salah satu ciri khas dari masa prapaskah adalah ajakan untuk bertobat dan percaya kepada Injil. Salah satu hal mendasar pertobatan itu adalah pantang dan puasa. Dikatakan, pantang dan puasa dalam agama Katolik, sangat ringan. “Pantang dan puasa hanya Hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Puasa itu artinya hanya sekali makan kenyang. Selanjutnya pantang, setiap hari Jumat selama masa prapaskah,” ungkapnya.
Makna puasa Katolik, lanjutnya, bukan untuk pamer dan dipuji-puji orang seperti orang Farisi yang munafik. Melaksanakan pantang dan puasa juga bukan dimaksudkan untuk diet agar bodi bagus. Tetapi pantang dan puasa dalam Katolik harus beralaskan pada pertobatan, bukan karena alasan-alasan duniawi di atas.
“Kita mau bertobat, pantang dan puasa, sejatinya untuk membangun relasi yang intim dengan Tuhan. Kita diberi kesempatan untuk bertobat yaitu berbalik kepada Tuhan. Oleh karena itu selama masa prapaskah inilah kita diajak untuk bertobat. Selama hidup mungkin tidak jarang kita nakal, serahkah, rakus, malas, egois. Kita mungkin angkuh, sombong, suka irihati, dengki maupun perbuatan dosa lainnya. Saatnya kita bertobat dan percaya kepada Allah,” ajaknya.
Lantas Romo Yan mengutip St Yohanes Krisostomus, seorang uskup dan pujangga Gereja yang pernah berkata “Janganlah hanya mulutmu yang berpuasa, tetapi juga mata, telinga, kaki, tangan dan seluruh anggota tubuhmu.”
“Hendaklah tangan berpuasa dengan tidak melakukan ketamakan dan keserakahan, kaki berpuasa dengan berhenti mengejar dosa, mata berpuasa dengan mendisiplinkan diri untuk tidak memelototi apa yang mendatangkan dosa, telinga berpuasa dengan tdak mendengarkan pembicaraan kejahatan dan gosip, serta hendaklah mulut berpuasa dari kata-kata kotor dan kritik yang tidak adil seperti memfitnah, dan banyak lainnya,” katanya.
Hal ini selaras dengan pewartaan Nabi Yoel dalam bacaan pertama, hendaklah koyakkan hatimu dan bukan pakaianmu dan percayalah kepada Allah maha pengasih dan penyayang, pajang sabar dan berlimpah kasih setiaNya.
Maka, berpuasa dan pantang dalam Gereja Katolik, tegasnya, bukan sekedar urusan makan dan minum tapi yang lebih penting, yaitu perubahan hati, dengan melakukan karya amal kasih kepada sesama demi kebaikan yang menerima amal kasih itu, bukan untuk kepentingan orang yang memberinya.
“Apa yang diberikan tangan kananmu, jangan sampai diketahui oleh tangan kirimu. Ini bahasa Injil, katanya, seraya menambahkan, selama masa prapaskah juga dipanggil untuk semakin bertumbuh dalam doa dan berpuasa dengan tujuan bertobat,” pungkasnya.
Misa Rabu Abu di dua gereja di paroki St. Yoseph baik di gereja jalan Kepundung maupun di gereja YGYB Ubung, selalu dipadati umat. Misa Rabu Abu di paroki ini, masing-masing dilayani dua kali di dua gereja itu, yakni pada pagi pukul. 06.00 dan sore pukul 18.00 wita. ***