Di tengah suasana persiapan Perayaan Pekan Suci 2023, Seksi Liturgi Paroki Santo Yoseph Denpasar menyelenggarakan Seminar Liturgi dengan mengundang seorang pembicara yang mumpuni, yakni Bapak Albert Wibisono.
Tidak tanggung-tanggung, seminar ini berjalan hingga dua hari, Sabtu-Minggu, 25-26 Maret 2023 sebagai sarana mencintai Misa Kudus (Ekaristi) melalui pemahaman yang memadai.
Para petugas liturgi, seksi liturgi lingkungan/kelompok kategorial, serta peminat liturgi baik dari Paroki Santo Yoseph Denpasar maupun paroki sekitar turut bergabung untuk menimba kekayaan rohani Ekaristi dalam seminar ini.
Bapak Albert Wibisono adalah seorang awam yang memiliki kecintaan terhadap liturgi Gereja Katolik. Ia tercatat menjadi seremoniarius (MC) liturgi independen dengan segudang pengalaman dan pengetahuan yang mendalam.
Ia juga mengembangkan dan menyebarluaskan kecintaannya terhadap liturgi melalui Facebook Page “Tradisi Katolik”. Tidak sampai di situ, ia juga mendirikan Sapienza, sebuah usaha pembuat busana para imam, uskup, hingga kardinal. Hasil karyanya terlihat dalam setiap upacara pentahbisan uskup di Indonesia beberapa tahun terakhir.
Sejak pukul 18.00 WITA, para peminat liturgi mendatangi Aula Wisma Santo Yoseph. Tepat pukul 19.00 WITA, seminar dimulai dengan sambutan oleh P. Yan Madia, SVD, Pastor Paroki. Dalam sambutannya, P. Yan menegaskan arti penting seminar liturgi ini.
“Berdasarkan apa yang kita alami selama ini, praktik berliturgi kita ada yang kurang. Kita kurang memahami apa arti praktik berliturgi kita. Memang, ini adalah tugas kami para imam untuk mengajar, tetapi umat juga di sisi lain kurang aktif dalam meminta pengajaran tersebut. Maka, pada kesempatan yang baik inilah, kita akan mendapat pengajaran yang baik. Saya berharap kita menjadi paham atas liturgi kita. Dan tentu saja, pemahaman ini membawa kita semakin mencintai Ekaristi. Ingat, jangan lihat siapa yang menyampaikan, tetapi apa yang disampaikannya,” tandasnya.
Seminar langsung dimulai dengan perkenalan singkat pembicara. Bapak Albert memperkenalkan diri dan mengajak peserta seminar untuk bernyanyi “Ambillah ya Tuhan”. Lagu yang merupakan kata-kata Santo Ignatius Loyola ini menjadi doa pembuka seminar ini.
Pada hari pertama, Bapak Albert membawakan seminar dengan tema “Ada Apa Dengan Misa?” Tema ini hendak mengupas seluk-beluk misa, mulai dari ritus pembuka, liturgi sabda, liturgi Ekaristi, dan ritus penutup.
Sebelum sampai ke sana, ia mula-mula menjelaskan akar-akar historis misa kudus yang berangkat dari teks Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Pada Perjanjian Lama, umat Israel mempersembahkan kurban dengan tiga permohonan, yakni ucapan syukur, permohonan maaf, dan mohon berkat atas panenan.
Kurban pada Perjanjian Lama identik dengan hewan dan darah. Akan tetapi, kurban pada Perjanjian Baru tidak lagi identik dengan hewan dan darah, tetapi Yesus Kristus, Sang Anak Domba Allah.
Seminar hari pertama berlangsung dengan lancar dan interaktif. Di sela-sela presentasi, banyak peserta mengajukan pertanyaan dan langsung ditanggapi oleh Bapak Albert.
Pertanyaan umat berkisar pada praktik liturgi yang dihadapkan dengan budaya yang sudah mengakar kuat. Terkait hal ini, Bapak Albert menegaskan perlunya membangun pemahaman bahwa Gereja Katolik telah memiliki tradisinya sendiri terkait berbagai macam keperluan, seperti berkat atas tanah, rumah, usaha, dan sebagainya.
P. Yan yang juga setia mengikuti seminar ini menegaskan bahwa praktik budaya harus selaras dengan iman Katolik.
“Pada akhirnya, marilah kita membangun rasa saling pengertian. Kita punya tugas untuk mengajar dan menyampaikan kebenaran, tetapi harus dengan semangat cinta kasih. Caritas in Veritate, Kasih dalam Kebenaran,” demikian simpulan Bapak Albert menutup seminar hari pertama pada pukul 22.00 WITA. Seminar ini ditutup dengan doa penutup dan foto bersama.
Pada hari kedua, Minggu, 26 Maret 2023, setelah misa kedua, umat kembali berkumpul di aula untuk mengikuti seminar. Seminar kali ini mengangkat tema “Menyiapkan Misa”.
Tema itu menjadi relevan bagi setiap petugas liturgi, juga umat secara umum agar misa atau Perayaan Ekaristi benar-benar dipersiapkan dengan baik.
“Kembali lagi kita mengingat bahwa hanya melalui Ekaristilah, Kristus benar-benar hadir secara nyata kepada kita. Maka, wajib hukumnya kita persiapkan benar-benar Perayaan Ekaristi ini,” ungkap Bapak Albert membuka seminar hari kedua.
Pertama-tama, ia memperkenalkan sebuah istilah yang agak asing di telinga umat, yaitu Seremoniarius (MC) Liturgi. Dalam Perayaan Ekaristi, keberadaan Seremoniarius menjadi penting sebagai pemandu jalannya Ekaristi sehingga Ekaristi berlangsung sesuai dengan tata liturgi yang berlaku.
“Terkadang, kita harus akui bahwa imam, bahkan uskup pun, tidak begitu paham akan printilan (hal-hal kecil) dalam Ekaristi yang justru sangat penting. Oleh sebab itu, kehadiran Seremoniarius menjadi penting. Seremoniarius tidak harus mereka yang tertahbis, bisa juga kaum awam yang dipandang memiliki kecakapan dan pengetahuan yang mendalam tentang liturgi Gereja Katolik,” tandasnya.
Setelah memperkenalkan secara singkat Seremoniarius, Bapak Albert melanjutkan pembahasannya seputar Kalender Liturgi dan Pakaian Liturgi. Kalender liturgi yang digunakan di Indonesia adalah terbitan resmi Komisi Liturgi KWI.
“Dari sinilah, kita akan mengenal tingkatan perayaan dalam Gereja Katolik, mulai dari Hari Raya, Pesta, Peringatan Wajib, Peringatan Fakultatif, dan Hari Biasa,” urainya.
Selain itu, pakaian liturgi adalah satu pembahasan yang menarik. Warna pakaian liturgi telah diatur sedemikian rupa untuk para petugas liturgi, yaitu merah, ungu, putih/kuning, hijau, merah muda, dan hitam (warna ini jarang dipakai).
Bapak Albert menceritakan pengalamannya mengenai busana liturgi ini sehingga pada akhirnya ia mengambil jalan untuk turut terlibat di dalamnya melalui usaha busana liturgi yang dirintisnya, yakni Sapienza. Menariknya, hasil karyanya telah digunakan di Paroki Santo Yoseph Denpasar pada waktu Perayaan Imlek Minggu, 22 Januari 2023 yang lalu.
Pembahasan selanjutnya berkisar pada tata gerak dan panduan bagi para petugas liturgi. Setiap tata gerak memiliki maknanya, yaitu berdiri sebagai tanda penghormatan, duduk sebagai tanda memperhatikan, berlutut sebagai tanda penyembahan, menunduk, menebah dada, membuat tanda salib, dan sebagainya.
Terkait para petugas liturgi, Bapak Albert mengingatkan bahwa para petugas liturgi adalah “perpanjangan tangan Tuhan” kepada umat. Ia menganalogikan bahwa lektor “dipinjam mulutnya” oleh Tuhan untuk menyampaikan sabda-Nya, begitu pula dengan pemazmur.
Oleh sebab itu, para petugas liturgi benar-benar harus dipersiapkan dengan baik dan menyadari dengan sungguh apa arti penting dari tugas mereka.
Pembahasan yang menarik ini berakhir pada pukul 14.30 WITA. Tidak terasa telah lebih dari tiga jam, umat mendengarkan sekaligus memberikan tanggapan berupa pertanyaan dan saran yang membangun dalam mengembangkan praktik berliturgi yang semakin baik di Paroki Santo Yoseph Denpasar.
P. Ketut Supriyanto, SVD, Pastor Rekan yang mewakili P. Yan, dalam sambutan penutupnya mengucapkan limpah terima kasih kepada Bapak Albert Wibisono yang telah membagikan pengetahuan yang mendalam perihal kekayaan liturgi Gereja Katolik kepada umat sebagai bentuk pengajaran yang berharga.
Harapannya, melalui seminar ini, pengetahuan yang telah didapat kemudian ditindaklanjuti dalam praktik berliturgi yang semakin baik ke depannya.
Sebagai tanda terima kasih, P. Ketut memberikan plakat penghargaan kepada Bapak Albert, didampingi oleh Bapak Prammu selaku Ketua BPI dan Bapak Robby sebagai Ketua Seksi Liturgi.
Seluruh rangkaian seminar liturgi ini ditutup dengan doa dan berkat oleh P. Ketut, SVD serta foto bersama.

Joshua Jolly SC