LINTAS KOMISI

RM. PASKALIS: KEMANUSIAAN ADALAH TITIK TEMU SEGALA PERBEDAAN

Oleh : Hironimus Adil

BINCANG ASIK SEPUTAR TOLERANSI, NASIONALISME DAN SOLIDARITAS (Bagian 4-Selesai)

Bicara toleransi berarti bicara soal hubungan antara manusia dengan manusia. Nasionalisme itu bicara soal kecintaan terhadap bangsa dan negara, sedangkan solidaritas itu lebih pada tanggung jawab dan kepedulian kepada sesama manusia.

Nilai-nilai itu yang perlu dihidupkan dalam hidup bersama, walaupun latar berlakang yang berbeda. Nilai-nilai tersebut mengandung sisi kemanusiaan yang menjadi titik temu dari segala perbedaan yang ada.

Demikian disampaikan oleh Ketua Komisi Hubungan Antar-agama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Denpasar, P. Paskalis I Nyoman Widastra, SVD, yang tampil sebagai salah seorang narasumber pada acara Bincang Asik seputar penguatan toleransi, nasionalisme dan solidaritas yang disiarkan secara live streaming melalui channel youtube Komsos Keuskupan Denpasar, Selasa, 29 Sepeteber 2020.

Menurut Romo Paskalis, dalam masa sulit akibat pandemi korona saat ini, sangat dibutuhkan komitmen seluruh bangsa untuk berbuat baik bagi sesamanya tanpa melihat latar belakang perbedaan. Dalam hubungan manusia dengan manusia, tentu dasarnya tak lain adalah kasih, dasarnya adalah saling peduli, saling menghargai, saling menghormati dan saling berbagi.

“Saya yakin Tuhan tidak akan mengatakan berapa kali kamu sembahyang, tetapi berapa kali kamu berbuat baik bagi sesamamu. Ketika sesamamu lapar, ketika sesamamu telanjang, apa yang kamu buat. Nilai –nilai inilah yang kita perlu dalam hidup bersama. Ketika kita bicara soal kemanusaian saya kira titik temunya di situ,” kata Rm. Paskalis.

Romo Pakalis mengatakan, kenyataan bahwa bangsa Indonesia ini sangat besar dan sangat luas, terdiri dari banyak pulau dengan segala keberagamannya. Dalam kaitan sebagai satu bangsa tentunya harus ada nilai-nilai yang telah disepakati bersama untuk terus diperjuangkan dan dipegang bersama, termasuk empat konsensus kebangsaan yatu NKRI, Pancasila, UUD’45 dan Bhineka Tunggal Ika.

“Kita semua mencinta Indonesia ini, maka dengan itu kita perlu menyemangati diri kita sendiri, perlu menyemangati bangsa dan negara kita yaitu dengan tiga nilai tadi, toleransi, nasionalisme dan solidaritas,” ungkapnya.

Romo Paskalis menambahkan, hal penting berikutnya adalah menyemangati anak muda. Mereka perlu disapa karena masa depan bangsa ini sangat tergantung pula pada anak-anak muda yang memiliki daya dobrak untuk perubahan.

Kepada anak muda Romo Paskalis berharap untuk tidak cepat puas dengan situasi yang ada, termasuk situasi bangsa dan negara saat ini, sebab banyak tantangan yang dihadapi ke depannya.

“Saya sendiri sebagai pastor juga mengingatkan anak muda supaya kita jangan cepat puas terhadap situasi bangsa dan negara kita. Kita ini memiliki rumah bersama, memiliki perahu bersama, jangan sampai nanti, kita tidak tahu apa yang terjadi dengan negara kita,” katanya.

Romo Paskalis lantas mengingatkan akan bahaya fanatisme dan radikalisme kelompok yang dapat membahayakan rumah bersama bernama Indonesia ini.

“Sekarang yang namanya radikalisme, fanatisme, jangan kita sebagai orang yang ada dalam rumah bersama (Indonesia) ini, membocorkan sendiri perahu kita dengan sikap-sikap dan perilaku seperti itu. Kita merasa segala sesuatunya telah berjalan dengan baik, padahal ada hal yang sungguh sangat penting yang perlu kita tangkal bersama, misalnya hoax, fanatisme dan radilakisme. Ini semua bibit yang dapat membocorkan sendiri perahu atau rumah bersama kita, akhirnya kita (bisa) tenggelam,” dia mengingatkan.

Oleh karena itu, toleransi, sikap saling menghargai, menghormati dan bahkan saling membantu dan saling menolong sangat dibutuhkan bangsa yang beranekaragam latar belakang ini.

“Karena inilah rumah bersama, sehingga perlu kita saling menjaga, saling melengkapi satu sama lain,” imbuhnya.

Romo Paskalis juga mengingatkan soal sikap radikalisme dan fanatisme melalui medsos. Teknologi, katanya, satu sisi harus disyukuri, tetapi seringkali juga teknologi yang canggih yang seharusnya dimanfaatkan untuk kebaikan bersama dengan menyebarkan kata-kata yang sejuk, tetapi seringkali juga dipakai orang tertentu untuk saling mencaci maki.

“Dari situlah tumbuhnya kebencian dimulai, kemudian melibatkan kelompok-kelompok, agama-agama dan akhirnya menjadi isu sara. Jadi ini memang harus dihindari. Terutama anak muda yang sangat dekat dengan teknologi ini, mari manfaatkan teknologi dengan baik, bila perlu dipakai untuk membangun kebersamaan kita yaitu menebarkan toleransi, membangun nasionalisme dan untuk membangun solidaritas di antara kita,” harapnya.

Romo Paskalis juga menyinggung akan pentingnya contoh dan keteledanan baik oleh pemerintah, tokoh-tokoh agama maupun tokoh masyarakat lainnya.

“Kata-kata, ucapan itu memang gampang sekali, tetapi memberi contoh, keteladanan itu adalah sungguh sangat sulit dan itu yang sering sekali membuat banyak anak muda yang mengatakan itu yang di atas omong saja, tapi prakteknya bagaimana,” ungkapnya.

Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri, yaitu tidak hanya berhenti pada wacana, ungkapan-ungkapan yang bagus, tetapi bagaimana memberikan contoh yang baik dan benar yang bisa ditiru dan diikuti oleh orang muda.

“Terutama dalam berbagai macam persoalan kehidupan yang kita hadapi karena kalau hanya berhenti pada wacana, pada ungkapan, kata-kata yang bagus, pada janji-janji indah tetapi kalau itu tidak terwujud pada prilaku dan dalam sikap maka pada akhirnya anak muda menjadi apatis,” tegasnya.

Kepada anak muda, Romo Paskalis, mengingatkan bahwa anak muda mempunyai peluang yang sangat besar dalam membangun bangsa ini, karena itu jangan terlena hanya membangun eksklusivitas di antara kelompok sendiri hanya karena sudah merasa nyaman, tetapi juga berupaya untuk pergaulan lintas agama dan lintas golongan bersama yang lain.

Romo Paskalis, juga mengingatkan dunia pendidikan (sekolah-sekolah), harus menanamkan nilai-nilai yang bersifat multikultural, menanamkan apa artinya nilai kebersamaan, apa artinya nilai perbedaan dan sebagainya. Sehingga anak muda sejak dini memahami arti penting semua itu dalam hidup bersama dalam rumah bersama yang disebut Indonesia. ***Hironimus Adil

Show More

KOMISI KOMUNIKASI SOSIAL

Tim Redaksi *Pelindung Mgr. DR. Silvester San (Uskup Keuskupan Denpasar) *Pemimpin Umum/Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi RD. Herman Yoseph Babey (Ketua Komisi Komsos) *Redaktur: Hironimus Adil- Blasius Naya Manuk- Christin Herman- J Kustati Tukan-

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
error: Content is protected !!
Close
Close