“Semakin Beriman Semakin Pancasilais”
Nara sumber kedua di hari Kedua (11/10/2020) kegiatan Dialog Kerukunan Umat Katolik Tingkat Nasional di Bali adalah Romo Beni Susetyo. Kehadirannya ditunggu-tunggu peserta.
Dalam kesempatan ini, Romo Beny menekankan bahwa persaudaraan sesama anak bangsa, bisa diwujudkan dalam dialog karya maupun kehidupan yaitu melalui karya-karya nyata yang diciptakan dan dikerjakan bersama-sama tanpa melihat perbedaan.
Romo yang adalah salah satu staf khusus pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini membawakan materi Kerukunan dalam Bingkai Ideologi Pancasila.
Dia menjelaskan bahwa hubungan antar agama di Negara Indonesia itu dipengaruhi pandangan mayoritas dan minoritas yang seringkali ada anggapan mayoritas menindas minoritas.
Paradigma itu tentu tidak benar. Negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara adalah kesepakatan para pendiri bangsa ini.
Dikatakan, Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menghilangkan kalimat Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, adalah suatu kompromi demi kesatuan dan persatuan bangsa dan tidak ada propinsi yang memisahkan diri dari NKRI.
“Sebab akan ada ancaman yang memisahkan diri jika tujuh kata itu dipaksakan dan tidak dicabut,”katanya.
Sila pertama ini, menurut Romo Beny, menjadi Roh bagi sila-sila berikutnya, karena hanya Tuhan yang punya daulat-kuasa.
“Di dalam Tuhan ada kebenaran, keadilan, kejujuran dan integritas,” tegas Rm. Beni.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah Negara kita yang majemuk. Sejak lahir Negara ini sudah dalam keadaan majemuk. Kemajemukan harusnya menjadi Roh dan semangat untuk membangun kerukunan dan kedamaian. Jika terjadi kekacauan dalam masyarakat itu karena ada provokasi, penghayatan agama yang bersifat formalism.”
Romo Beny menambahkan, ada juga yang mengatakan sebelum reformasi hidup rukun dan damai.
“Itu adalah kerukunan yang semu, karena orang hidup dalam ketakutan. Sekarang era demokrasi dan keterbukaan terkesan ada ketidakrukunan dan kedamaian. Sebenarnya ini adalah proses menemukan kerukunan dan kedamaian sejati,” tegasnya lagi.
Menurutnya hubungan antar agama harus dilandasi saling menghormati dan menghargai.
Oleh karena itu persaudaraan sesama anak bangsa akan terwujud melalui dialog karya maupun kehidupan.
Romo Beni mencontohkan kehidupan di kampung-kampung adalah wujud dialog karya nyata sehingga tercipta hubungan yang harmonis.
Ia berharap Dialog Spiritual hendaknya dilakukan para tokoh agama, sehingga orang yan beragama lain juga memahami agama yang tidak dianutnya, dengan demikian situasi masyarakat tidak ada saling berprasangka buruk terhadap agama orang lain.
Dikakatan, hubungan antar agama menjadi tegang ketika masalah politik masuk di dalamnya, apalagi saat pilkada situasi memanas karena masing-masing ingin calonnya menang.
Ia melanjutkan, “Hubungan antar agama hendaknya mengembangkan budaya silahturahmi, terbuka untuk dialog, tidak mudah diprovokasi.”
Sebagai umat Katolik, katanya, perlu menimba semangat Romo Mangun Wijaya, menjadi Gereja yang berbela rasa dan empati kepada siapa saja.
“Gereja juga mesti merefleksikan diri. Hendaknya para tokoh Katolik memiliki sikap humble dan memiliki kemampuan leadership,” harapnya.
Ia juga menekankan bahwa Intoleransi terjadi ketika pemahaman agama yang tidak utuh, Faktor ekonomi dan fanatisme sempit.
Ia menawarkan solusi atau cara mengatasinya adalah dengan membangun dialog, keterbukaan, membangun religiusitas diri yakni menjalankan nilai agama dengan hati.
“Gereja juga harus hadir di tengah masyarakat sehingga keberadaannya tidak asing.
Sila pertama Ketuhanan yang maha esa itu sifatnya universal. Semakin orang beriman, semakin Pancasilais,” tutupnya. ***Christin