PENGOLAHAN KARAKTER PEDAGOGI GURU; APA KATA PESERTA?
Kegiatan yang begitu menyenangkan dan sangat berisi, telah dilaksanakan pekan lalu, di Rumah Khalwat Tegaljaya, Dalung, Bali. sebuah kegiatan yang terselenggara atas kerjasama Majelis Pendidikan Katolik (MPK) dan Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan Denpasar.
Kegiatan yang dimaksud adalah “Pengolahan Karakter Pedagogi Guru.” Kegiatan ini menghadirkan fasilitator handal dan seorang Pedagog sejati yaitu Rm. TB. Gandhi Hartono, SJ, seorang Jesuit yang kini dipercaya Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Pendidikan.

Sebagaimana telah diwartakan oleh media ini dalam beberapa artikel sebelumnya, kegiatan ini diikuti oleh seluruh Kepala Sekolah dan perwakilan guru-guru Sekolah Katolik dari empat (4) Yayasan Pendidikan yang berkarya di Keuskupan Denpasar. Yayasan tersebut adalah Insan Mandiri, Soverdi Bali, Kolese Santo Yusuf (Kosayu) Bali dan Marsudirini Bali.
Total 221 peserta yang mengikuti kegiatan ini, dan dibagi dalam dua gelombang kegiatan. Gelombang pertama diikuti 105 peserta pada 30-31 Agustus, dan 116 gelombang kedua pada 1-2 September 2022.
Pada gelombang pertama diikuti oleh para Kepala Sekolah dan perwakilan guru dari Sekolah-sekolah Katolik mulai dari jenjang TK hingga SMA/SMK se-Bali.

Gelombang kedua, juga sama diikuti oleh guru-guru yang belum mengikuti sebelumnya yang berkarya di Bali, ditambah para Kepala Sekolah serta perwakilan guru Sekolah Katolik dari Provinsi NTB, terdiri dari 26 orang dari Pulau Lombok dan 6 orang dari Pulau Sumbawa. Provinsi NTB merupakan bagian dari wilayah pelayanan Keuskupan Denpasar.
*APA KATA PESERTA?*
Sukacita, inspiratif dan banyak hal baru. Sebagian besar peserta mengalami hal ini selama kegiatan yang hanya berlangsung dua hari untuk masing-masing gelombang. Setidaknya, tercermin dari ungkapan hati beberapa peserta yang diwawancarai media ini.
Para peserta yang diwawancara itu mengaku sangat bahagia karena mereka boleh mengalami proses pengolahan karakter bersama seorang Pedagog (Fasilitator) yang luar biasa. Semua peserta yang ditemui penulis mengatakan sangat gembira dan apresiasi yang tinggi kepada Romo Gandhi, sang Pedogog yang menjadi fasilitator kegiatan ini.
Kepada peserta tersebut saat diwawancara ditanyai tentang hal baru yang mereka dapat dalam kegiatan ini, pengalaman mereka dan inspirasi apa yang dapat dibawa pulang untuk ditindaklanjuti di tempat karyanya masing-masing.
Lalu, apa kata mereka?
*Pius Leza (Guru SMAS Katolik St. Yoseph Denpasar)*
Papi, demikian akrab disapa, singkatan dari Pak Pius. Dari kegiatan ini, Papi mengaku banyak hal inspiratif yang dia dapatkan dan menjadi tambahan ilmu untuk materi pembelajaran yang dimilikinya.

“Hal-hal baru yang saya dapatkan di sini dari Romo Gandhi antara lain bahwa setiap materi, tidak hanya materi utama, tetapi juga dalam bentuk permainan, animasi, atau hal-hal kreatif lain yang kita berikan selalu ada dasar dan tujuannya. Dan ini harus kita sampaikan. Maka, setiap aksi harus diikuti refleksi. Selama ini, kita banyak aksi tetapi miskin refleksi,” katanya.
Dengan healing (penyegaran) tersebut, Pak Pius menyadari bahwa refleksi itu sangat penting, sekecil apapun aksi yang kita lakukan, dan proses ini yang sangat terasa dalam dua hari bersama Romo Gandhi.
“Ternyata hal-hal kecil itu ada maknanya. Setiap tindakan ada makna dan pesan yang harus diberitahu oleh seorang gurus kepada siswa. Jujur, saya sendiri biasa mulai pelajaran dengan nyanyi, tapi sekedar animasi, tidak menjelaskan pesan dari nyanyian itu. Apalagi melakukan evaluasi dan refleksi, belum menyentuh sampai ke situ,” ungkap pengajar Bahasa Inggris pada sekolah milik Yayasan Insan Mandiri ini.
*Sri Astiti (Guru TK Soverdi)*
“Bagi saya, kegiatan ini kaya dengan pencerahan, terutama bagaimana cara memotivasi diri sendiri menjadi hal utama, lalu membagikannya dengan sesama. Karena saya mengajar anak-anak TK, maka saya mulai berpikir bagaimana mereka mendapatkan sesuatu yang baru, keceriaan yang baru,” ungkap Ibu Sri, panggilan guru TK Soverdi yang berada di bawah naungan Yayasan Soverdi, Bali itu.

Hal baru yang menjadi inspirasi bagi Ibu Sri dari proses bersama Romo Gandhi dalam dua hari itu, bahwa ternyata dalam membentuk karakter anak-anak itu tidak hanya dengan pengetahuan yang mereka pelajari, tetapi sangat penting diberikan motivasi dan apresiasi, kemudian mengajak mereka sampai melakukan suatu aksi. Itu memotivasi anak-anak dalam mengembangkan keingintahuan mereka.
“Apalagi untuk anak-anak TK. Sesuatu yang baru harus selalu kita munculkan, diberi apresiasi atau pujian. Saya sendiri terinspirasi oleh Romo Gandhi, supaya selalu menghargai orang lain (anak-anak didik) dan memberikan cinta kasih dan selalu bersyukur dalam segala situasi dan apa yang dimiliki” kata Ibu Sri.
*Fransina Rosalia Samangun (Kepala Sekolah SMP Tegaljaya)*
Ibu Fransina, sapaan Kepala Sekolah SMP di bawah naungan Yayasan Kolese Santo Yusuf, ini memiliki pandangan hampir sama dengan rekan peserta lainnya, terutama metode dan gaya khas Romo Gandhi dalam proses pengolahan pedagogi selama dua hari.

Selain begitu menyenangkan berkegiatan selama dua hari itu, ibu Fransina juga mendapatkan dua hal yang sangat berkesan baginya.
“Pertama, merasa dikuatkan untuk lebih mencintai panggilan sebagai seorang guru. Kedua, saya menemukan cara mengolah diri dengan mengolah hati, pikiran dan kreativitas (aksi nyata) untuk menggerakan peserta didik menjadi lebih baik,” katanya.
Kepala SMP Tegaljaya ini juga mengungkapkan, dari Romo Gandhi, dia juga menjadi sadar bahwa kelemahan atau kekurangan yang dimiliki tidak menjadi hal yang mengkwatirkan karena diyakini ada sosok yang selalu mendampingi saat menjalankan panggilan hidupnya sebagai seorang guru yaitu Tuhan Yesus sendiri.
*Sr. Francisia, OSF (Kepala Sekolah TK Maria Fatima Negara)*
Bagi Sr. Francisia, OSF, banyak pengalaman yang menjadi spirit baru dan semakin diperkaya dalam proses dua hari bersama Romo Gandhi.

“Berproses selama dua hari dalam kegiatan ini, saya pribadi semakin diperkaya, baik cara (metode) penyampaian materi yang bervariatif dan kreatif, sehingga selalu menyenangkan dan tidak bosan. Yang dibutuhkan guru, ya seperti ini,” ungkap Suster Kepala Sekolah TK di bawah Yayasan Marsudirini, ini.
Secara materi juga, menurut Sr Francisia, sangat bagus dan ada inspirasi baru yang akan diterapkannya kepada peserta didik di sekolah, yang akan dimulai dengan menyosialisasikannya lebih dulu kepada guru-guru yaitu strategi pembelajaran.
“Strategi pembelajaran yang bisa kami terapkan nanti antara lain pengenalan karakter anak itu sangat perlu. Kemudian, pentingnya refleksi pribadi seorang guru. Lalu, olah pikir, hati (rasa) dan aksi adalah tiga hal yang menjadi pembentukan karakter yang baik dan benar. Ternyata aksi harus dibangun, sebab tanpa aksi tidak ada hasilnya dan tidak akan pernah terjadi perubahan. Ini yang menjadi inspirasi dari Romo Gandhi,” katanya.
*Sr. Yustina Purba, SFD (Kepala SDK St. Antonius Ampenan-NTB)*
Sama seperti peserta lainnya, Sr. Yustina, Kepala SDK yang bernaung di bawah Yayasan Insan Mandiri cabang NTB, merasakan banyak hal menarik serta hal baru yang dapat dipelajari dalam proses dua hari bersama Romo Gandhi.

“Sangat menarik. Hal baru yang saya alami, sepertinya karakter kita diubah. Saya sendiri sudah tidak sabar untuk mempraktekkan kepada peserta didik dan sangat menggugah untuk saya tanamkan pada guru-guru kami,” katanya.
Menurut Sr. Yustina, sejatinya bahan atau materi yang diberikan Romo Gandhi itu ringan tetapi terlupakan selama ini dalam proses pembelajaran. Banyak hal-hal kecil yang sebenarnya sangat berpengaruh besar pada pembentukan karakter anak-anak didik, dan hal seperti itu sering luput dari perhatian.
“Romo Gandhi, seakan-akan mengingatkan kembali kepada kita untuk tidak melupakan hal-hal seperti itu. Misalnya, selama ini kita kurang mengelola rasa (hati), lebih banyak menekankan pada mengelola pikiran (daya intelektual). Dengan apa yang disampaikan Romo Gandhi, kita menjadi sadar bahwa perlu keseimbangan antara olah pikir, olah hati dan olah tangan atau kreativitas dengan aksi nyata. Kemudian, juga ditekankan pentingnya refleksi. Kita menjadi lebih kreatif dibuat Romo Gandhi. Pembatinan dalam pertemuan ini sangat terasa,” imbuhnya.
Di samping itu, dalam proses dua hari ini, Sr. Yustina, sangat merasakan kekeluargaan dan persaudaraan bertemu sesama rekan guru dari sekolah-sekolah Katolik lain yang berbeda yayasan. “Sangat menyenangkan. Kekeluagaan dan persaudaraan sangat terasa,” ungkapnya.
*Arnoldus Ondos (Kepala SMAK St. Gregorius Sumbawa Besar)*
Hal yang sangat mengesankan dan menjadi spirit baru bagi Kepala SMAK St. Gregorius Sumbawa Besar, Arnoldus Ondos, dari Pengolahan Karakter Pedagodi Guru ini adalah bahwa mengelola karakter itu harus dari hati (rasa), dengan kepala (pikiran) dan tangan (aksi dan tindakan kreativitas). Ini, katanya, berlaku bagi para guru dan dalam pembentukan karakter peserta didik.

“Kita selama ini lebih menekankan olah pikir, nalar supaya cerdas sedangkan sentuhan hati dan aksi nyata kurang diperhatikan,” katanya.
Secara pribadi maupun bagi para staf guru di sekolahnya, Pak Arnold, demikian biasa disapa, berkomitmen untuk berusaha berubah. “Berubah itu, harus mulai dari diri sendiri (guru) kemudian dilanjutkan perubahan pada diri siswa yang menjadi tujuan dari pendidikan,” imbuhnya.
“Sangat menyenangkan yang dibuat oleh Romo Gandhi, dengan metode healing, sangat inspiratif,” tutup Kepala Sekolah di bawah Yayasan Insan Mandiri Cabang NTB itu.
*LUAR BIASA*
Pada acara penutupan, setelah gelombang kedua, Ketua Majelis Pendidikan Katolik Keuskupan Denpasar Rm. Dr. Paskalis Nyoman Widastra, SVD, mengungkapkan apresiasi dan terima kasih kepada Romo Gandhi, yang disebutnya bahwa Rm. Gandhi adalah seorang Pedagog sejati dan luar biasa.

Pengertian Pedagogi, sebagaimana diungkapkan Rm. Gandhi dalam salah satu sesi kegiatan, berasal dari akar kata ‘Paedos’ yang artinya anak dan ‘Agogos’ yang artinya menemani, mencintai dan mengarahkan. Jadi seorang Pedagog adalah mereja yang setia menemani, mencintai dan mengarahkan anak (didik), sehingga menjadi baik, benar dan memahami konteks zaman.
“Mulailah, pulang dari sini, kita tidak lagi hanya mengandalkan idealisme kita dalam mengajar, tetapi juga harus dengan hati dan dengan tangan untuk aksi nyata dan kreatifitas (head, heart dan hand). Banyak inspirasi yang kita terima dari Romo Gandhi dan silahkan untuk segera kita praktekkan di tempat tugas masing-masing,” harap Rm. Paskalis menutup acara itu.
Acara penutupan dihadiri juga oleh Ketua Komdik Keuskupan Denpasar Rm. Agustinus Sumaryono, SVD serta para pengurus MPK dan Komdik Keuskupan Denpasar. ***

Hironimus Adil