PENDIDIKAN DASAR GATK SE-DEKENAT NTB, PESERTA KOMITMEN REALISASIKAN RTL
Pendidikan Dasar GATK (Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan) Bagi Para Fungsionaris Pastoral dan Aktivis Katolik, se-Dekenat NTB (Nusa Tenggara Barat), tuntas dilaksanakan. Para peserta telah menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) dan mereka berkomitmen untuk merealisasikannya di tempat masing-masing.
Pendidikan Dasar GATK ini merupakan program unggulan Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Keuskupan Denpasar.
Kegiatan berlangsung dari Jumat (7/10) hingga Minggu (9/10/2022) di Rumah Retret Santo Arnoldus Jansen -St. Yosef Freinademetz (Sint Aryo), Ampenan, Lombok. Giat ini dihadiri oleh utusan dari seluruh paroki se-Dekenat NTB.
Para peserta terdiri dari para fungsionaris pastoral, juga para akitivis organisasi Katolik seperti WKRI, PMKRI dan Pemuda Katolik. Beberapa di antara peserta itu ada Advokat (pengacara), Akademisi, Birokrat, Polri (aktif dan purnawirawan), juga sejumlah Biarawati dan OMK serta mahasiswa. Mereka semua hadir mewakili parokinya masing-masing.

Kegiatan ini diawali dengan menimba kekuatan Tuhan melalui Misa Pembukaan yang dipimpin oleh Deken NTB, RD. Laurensius Maryono. Dalam homilinya, Imam yang baru saja merayakan Pesta Perak Imamat itu, menegaskan bahwa Gereja Katolik telah diajarkan Yesus untuk tidak melawan kekerasan.
Hal itu, kata Romo Mar, demikian akrab disapa, tegas dikatakan Yesus dalam Injil yaitu “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” (bdk.Mat.5:39).
“Tanpa kegiatan inipun, kita sudah diajarkan Yesus untuk tidak melawan kekerasan dengan kekerasan,” tegasnya.
Deken NTB, juga berkenan memberikan sambutan dan membuka serta menutup secara resmi kegiatan tersebut. Romo Deken mangatakan bahwa Dekenat NTB merespon dengan baik kegiatan KKP-PMP ini.
Menurut Pastor yang aktif dalam FKUB Provinsi NTB, kegiatan ini selaras dengan pencanangan tahun 2022 sebagai tahun Kerukunan oleh pemerintah. Saat ini, katanya, sedang gencar-gencarnya pemerintah maupun institusi keagamaan mempromosikan Moderasi Beragama. “Salah satu indikator moderasi beragama adalah anti kekerasan,” katanya.
Dalam acara pembukaan, selain diikuti para peserta dan Tim KKP-PMP Keuskupan Denpasar, juga dihadiri Pastor Paroki St. Antonius Ampenan RP. Iron, SVD serta Suster-suster di Rumah Retret Sint Aryo.
ALUR PROSES
KKP-PMP Keuskupan Denpasar, dalam kegiatan ini menghadirkan Tim KKP-PMP Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) sebagai Fasilitator yaitu RP. Aegidius Eka Aldilanta, O.Carm (Sekretaris Eksekutif KKP-PMP KWI) dan Sr. Kristina Fransiska,CP.
Selain Fasilitator dari KWI, juga ada dua orang fasilitator dari Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar yaitu RD. Herman Yoseph Babey (Direktur Puspas) dan Yosep Yulius Diaz, akrab dipanggil Yusdi (Ketua KKP-PMP).
Romo Babey, memberikan pencerahan tentang “Menjadi Gereja kontekstual yang aktif tanpa kekerasan.” Sementara Ketua KKP-PMP, Yusdi Diaz, berbagi pengalaman gerakan aktif yang telah dilakukan oleh KKP-PMP Keuskupan Denpasar yang kerap bersinergi dengan komponen masyarakat lainnya, termasuk komunitas etnis dalam menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus yang pernah terjadi dengan cara persuaisif. Kedua fasilitator dari Puspas ini tampil pada sesi-sesi awal kegiatan.
Selanjutnya seluruh proses, ditangani sepenuhnya oleh Romo Eko dan Suster Kristina dari KKP-PMP KWI.
Tim ini menyampaikan bahwa orientasi GATK tetap dalam terang Ajaran Sosial Gereja (ASG) yakni menghargai martabat manusia, mengusahakan kebaikan bersama, merawat dan mengembangakan solidaritas, memperhatikan lebih kepada saudara dan saudari yang kurang beruntung dan merawat alam ciptaan sebagai rumah bersama.
Suster Kristina kemudian memaparkan alur proses pembelajaran. Mmulai dari “Menyadari dan Memahami Situasi Kekerasan,” kemudian mendalami inspirasi iman bagaimana “Sikap Yesus Terhadap Kekerasan dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja.”
Lalu masuk pada refleksi dengan “Meneliti Sikap Iman untuk Menemukan Nilai-nilai Dasar Melawan Kekerasan.” Dari refleksi kemudian harus ada aksi nyata “Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan.” Aksi nyata ini tertuang dalam Rencana Tindak Lanjut (RTL) di penghujung kegiatan.
Dari alur proses itu, kemudian Sr. Kristina dan Romo Eko, secara bergantian memfasilitasi proses pembelajaran (pendidikan) GATK. Urutan pembelajarannya diawali Menyadari dan memahami situasi kekerasan yang terjadi; Anatomi/Analisis kekerasan, Merefleksikan panggilan (inspirasi) iman dalam menghadapi kekerasan; Berani mengambil keputusan dalam menyikapi kekerasan; Mengenali Aktif Tanpa Kekerasan; Mengalami latihan gerakan aktif tanpa kekerasan; Merfleksikan pengalaman aksi tanpa kekerasan (latihan/simulasi aksi); dan Merencanakan aksi tindak lanjuta (pembentukan komitmen).
JENIS DAN BIDANG KEKERASAN
Dalam pendidikan GATK ini peserta mempelajari jenis-jenis dan bidang kekerasan yang perlu mendapat perhatian dari para fungsionaris Pastoral maupun aktivis Gereja untuk ditangani demi tercapainya transformasi sosial yang lebih baik.
Mengenai jenis-jenis kekerasan, ada 4 yaitu kekerasan: Fisik, Non Fisik, Verbal dan Non Verbal (simbolik). Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang menimbulkan kerugian fisik (tubuh manusia, materi, dan sebagainya). Kekerasan non fisik adalah kekerasan yang menimbulkan kerugian non visik atau psikis seperti perasaan, kehormatan, nama baik, kepercayaan diri, kebebasan dan sebagainya.
Lalu kekerasan verba merupakan kekerasan yang dilakukan dalam bahasa-bahasa verbal (bisa dituliskan dalam kata-kata). Sedangkan kekerasan non verbal (simbolik) merupakan kekerasan yang dilakukan dalam bahasa-bahasa non verbal atau dalam bentuk symbol (gambar/lukisan, foto, patung dan sebagainya).
Sementara bidang kekerasan itu menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari sosio ideologi, sosio politik, sosio ekonomi, sosio budaya, serta kekerasan bidang lingkungan. Ada juga kekerasan dalam bidang pendidikan, kekerasan dalam keluarga (gereja, biara, lingkungan kerja, dan sebagainya). Bidang lainnya kekerasan pada anak dan perempuan rentan, kekerasan dalam hubungan antar gender serta kekerasan dalam hubungan antar penganut agama.
RENCANA TINDAK LANJUT
Kekerasan pada lingkungan menjadi salah satu perhatian global saat ini. Tidak kurang Bapa Suci Paus Fransiskus, menerbitkan Ensiklik Laudato Si, sebagai upaya untuk menyadarkan dunia akan pentingnya merawat bumi sebagai Ibu Pertiwi.
Disadari bahwa kekerasan (perusakan) terhadap lingkungan di Indonesia secara masif terus dilakukan. Masalah lingkungan ini juga menjadi perhatian dari Gereja di NTB, berdasarkan shering dari para peserta.
Terjadi banyak lahan hijau atau areal hutan yang kini telah beralih fungsi, misalnya untuk menanam jagung demi keuntungan secara pragmatis. Masalah lingkungan lainnya seperti masalah sampah, lahan kering yang tidak terurus dan sebagainya. Sementara kesadaran untuk menanam pohon (reboisasi), maupun jenis tanaman penghijauan lainnya masih rendah.
Para peserta dari 7 paroki yang ada di Dekenat NTB dalam Rencana Tindah Lanjut (RTL) dari kegiatan ini, fokus pada penyelamatan lingkungan hidup ini. Dari 7 paroki, peserta dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kedekatan secara geografis maupun kondisi yang dialami yaitu Kelompok Paroki se-pulau Lombok (Mataram, Ampenan dan Praya-Selong), Kelompok Paroki Sumbawa Besar dan Kelompok paroki ujung timur Pulau Sumbawa (Bima, Donggo dan Dompu).
RTL yang dibuat Kelompok paroki se-pulau Lombok adalah penghijauan dan peningkatan estetika pekarangan atau halaman gereja maupun rumah umat. Kelompok Paroki Sumbawa akan melakukan penghijauan berupa penanaman tanaman keras di tanah gereja di wilayaj kelurahan Uma Sima seluas 4 ha.
Sedangkan untuk kelompok paroki ujung timur pulau Sumbawa (Bima, Donggo, Dompu) akan melaksanakan aksi ‘eko green’ berupa tanaman obat-obatan dengan memanfaatkan pekarangan rumah, gereja maupun biara.
Dalam RTL yang dibuat sudah lengkap dengan langkah-langkah atau proses kerjanya, termasuk waktu (kapan), tempat, siapa saja yang terlibat sampai rencanan anggaran biaya. Ketika melaporkan hasil diskusi kelompok berupa RTL, para peserta berkomitmen untuk melakukan RTL itu seusai kegiatan ini.
Dari Pendidikan GATK ini, juga telah dibuatkan Grup WhatsApp, sebagai media untuk saling sharing, berdiskusi sekaligus media monitoring terhadap realisasi RTL yang telah dibuat maupun aksi lainnya.
Kegiatan ini ditutup oleh Deken NTB, RD. Laurensius Maryono. Saat presentase RTL dan pada acara penutupan kegiatan, juga dihadiri oleh Pastor Paroki Ampenan, RP. Iron, SVD.
“Dari RTL yang dibuat peserta, semuanya fokus pada penyelamatan lingkungan hidup. Orang Papua itu punya filosofi sekaligus prinsip bahwa membabat pohon sama dengan membunuh anak-cucu,” kata Deken yang sudah hadir sejak diskusi dan presentase RTL.
Di NTB, menurut Deken, segala lini dan level kekerasan ada, termasuk terorisme sampai kekerasan pada alam. “Mari kita memberi contoh, jadikan NTB menjadi Nusa Terang Benderang. Dengan melakukan GATK, kita menjadi lilin-lilin kecil untuk NTB yang cemerlang,” ajaknya.
Perwakilan Peserta Dr. Edy Fernandez, berharap proses pembelajaran GATK selama tiga hari itu dapat ditindaklanjuti di tempat masing-masing dengan aksi nyata, termasuk merealisasikan RTL.
“Kita sama-sama realisasikan RTL yang telah dibuat dan semoga bermanfaat dan tetap semangat,” ungkapnya.

Ketua KKP-PMP Keuskupan Denpasar, Yusdi Diaz, menyampaikan terima kasih untuk seluruh proses yang telah dilalui dan memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan. Yusdi, juga mengucapkan terima kasih kepada Romo Deken NTB dan seluruh Pastor Paroki se-NTB, Tim Fasilitator Rm. Eko, Sr. Kristina, Rm Babey dan kepada seluruh peserta, dan pengelola Rumah Retret Sint Aryo.
“Semoga RTL yang telah dibuat segera dilaksanakan dan menjadi kado indah saat Natal dan Tahun Baru. Kita telah belajar bersama dan saatnya bergerak seraya memohon berkat Tuhan bagi kita semua,” pungkas Yusdi Diaz. ***

Hironimus Adil