PEMBEKALAN PENDAMPING KELUARGA “TELEKONSELING KELUARGA”
Oleh : Hironimus Adil
Komisi Keluarga Keuskupan Denpasar melaksanakan pembekalan bagi para pendamping keluarga dengan tema: Telekonseling Keluarga.
Pelaksanaan kegiatan ini dibagi dalam beberapa zona supaya jumlah peserta dibatasi agar tidak terjadi kerumunan.
Pembekalan zona pertama untuk para pendamping keluarga dari paroki-paroki yang ada di wilayah Kabupaten Badung, antara lain Paroki Tangeb, Tuka, Babakan, Kulibul, Kuta, Nusa Dua dan Pecatu. Dilaksanakan Sabtu, 1 Mei 2021, di Paroki Fransiskus Xaverius (FX) Kuta.
Ada 25 pasutri sebagai pendamping keluarga di paroki-paroki tersebut yang ikut dalam kegiatan ini, dan semuanya berkumpul di salah satu ruangan pertemuan Paroki FX. Kuta, dengan menerapkan protokol kesehatan secara disiplin.
Para narasumber utama kegiatan ini tidak hadir secara langsung (tatap muka dengan peserta), tetapi memaparkan materinya secara daring melalui zoom meeting.
Terkait kegiatan ini, Ketua Komisi Keluarga (Komkel) RD. Adianto Paulus Harun, mengatakan bahwa saat ini masih dalam situasi pendemi yang mengharuskan untuk tetap menjaga jarak dan taat pada pertokol kesehatan lainnya, tetapi tetap bisa melakukan karya pastoral.
Hal yang sama juga terkait dengan tema kegiatan ini yaitu pembekalan telekonseling keluarga. Telekonseling atau konseling jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi, merupakan solusi dalam situasi pandemik covid 19.
“Para pendamping keluarga sangat penting memahami dan memiliki keterampilan telekonseling. Banyak saudara kita yang memiliki persoalan keluarga, kita pakai cara baru yaitu telekonseling untuk membantu dan melayani mereka itu dengan memanfaatkan teknologi yang ada,” ungkap Rm. Adianto.
Ada tiga orang narasumber utama yang hadir secara virtual membantu peserta memberikan pencerahannya, yaitu Rm. Yohanes Aristanto, MSF (Sekretaris Eksekutif Komkel KWI) dan Anna Surti Ariani (Psikolog) serta Catherine Martosudarmo (Psikolog; Terapis Perkawinan dan Keluarga).
Romo Aristanto, menganimasi peserta bagaimana“Menggunakan Sarana Rohani dalam Konseling Keluarga.” Lalu Anna Surti Ariani, memaparkan materi Dasar Konseling dan Telekonseling; Sedangkan Catherine Martosudarmo, mensharingkan “Dasar Pemikiran dan Teknik Terapi Keluarga dalam Konseling Pasutri dan Keluarga.”
Dua narasumber lainnya yaitu dari Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar: RD. Herman Yoseph Babey (Direktur Puspas) dengan meteri “Keluarga Bersaksi di Tengah Dunia” dan RD. Adianto Paulus Harun (Ketua Komkel), menyampaikan masukan Komisi Keluarga serta menggali rencana tindak lanjut.
Dasar Konseling dan Telekonseling
Tampil pada sesi pertama adalah Anna Surti Ariani yang akrab disapa Ibu Nina. Beberapa poin penting yang diulas Ibu Nina dalam materi ini antara lain pemahaman tentang konseling dan telekonseling; keterampilan konseling; menjalankan konseling; hal-hal yang perlu diperhatikan (kondisi lain yang perlu dipertimbangkan).
Konseling itu, menurut Ibu Nina, bukan sekedar curhat, tetapi inti dari konseling itu adalah mendengar secara aktif dan memiliki struktur dan Teknik. “Mendengar secara aktif adalah memahami arti kalimat yang diucakan, lalu mengamati keselarasan bahasa tubuh dan ekspresi serta menunjukkan pemahaman.
Tujuan dari konseling itu antara lain mencapai relasi terapeutik (menyembuhkan), menggali solusi dari klien (solusinya dari klien sendiri bukan dari konselor). Hal yang penting harus diperhatikan dalam konseling adalah ‘Kerahasiaan’, oleh karena itu jangan pernah membongkar rahasia klien.
Antara konseling tatap muka dengan telekonseling (online), menurut Ibu Nina, keterampilan dasar konselingnya sama, hanya yang berbeda adalah cara bertemunya saja.
Beberapa keterampilan utama sebagai seorang konselor, antara lain: pertama, Genuinenees yaitu keaslian, menjadi diri sendiri tidak berlindung dibalik topeng professional.
Kedua, Unconditional Positive Regard: menerima klien apa adanya tanpa menyalahkan dan menghargainya. Ketiga, Empatic Understanding: sungguh memahami klien.
Selain ketiga ketrampilan utama di atas, seorang konselor juga perlu memperhatikan beberapa hal berikut yaitu ekspresi wajah; gerak tubuh; pandangan mata; penampilan; kontak mata dan cara bicara.
Dalam hal bertanya kepada klien, menurut Ibu Nina, bertanya itu bukan memberi nasehat dan usahakan bahwa seorang konselor sungguh-sungguh mendengarkan dengan menunjukkan gerak tubuh yang tepat, tanggapan singkat, parafrasi (mengulangi cerita klien dengan kalimat kita), serta merangkum yaitu menceritakan ulang kisah klien.
Selanjutnya dalam menjalankan konseling, ada lima tahap yang dilakukan yaitu persiapan, pembukaan, proses konseling, mengakhiri sesi dan penutup.
Tahap persiapan, penting bagi seorang konselor melakukan persiapan konseling. Dalam persiapan itu perlu diperhatikan seperti ruangan yang setenang dan serapi mungkin, peralatan yang dibutuhkan seperti meja, kursi, alat tulis. Jika telekonseling perlu menyiapkan laptop/hp, earphone, koneksi internet lancer dan cukup quota.
“Perlu juga persiapan diri psikolog/konselor seperti siap fisik mental, tampil rapi dan professional, pastikan tidak ada yang mengganggu poses,” dia mengingatkan.
Setelah persiapan dilanjutkan dengan konseling yang dibagi dalam tahap pembukaan.
Dalam sesi pembukaan harus dimulai dari perkenalan, menjalin hubungan baik (rapport), penetapan tujuan konseling dan penjelasan batas dan kerahasiaan.
Selanjutnya proses konseling, seorang konselor meminta klien untuk menjelaskan permasalahan, gali masalah dengan bertanya serta hal penting lainnya.
Sedangkan dalam mengakhiri sesi, konselor perlu merangkum pembicaraan, menekankan hal-hal penting, menyampaikan pesan positif dan meneguhkan klien.
Di bagian penutup seorang konselor harus menyampaikan kesimpulan (hal yang perlu dilakukan), rencana berikut atau pertemuan selanjutnya, referral (rujuk kepada professional) dan salam penutup.
Selain hal-hal di atas, Ibu Nina juga menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama perbedaan kondisi yang perlu diobservasi mulai dari pertemuan tatap muka (bertemu langsung), melalui video (lihat dan dengar tapi berjauhan), melalui telephon (hanya ada informasi suara) dan melalui teks (hanya ada informasi teks).
Masing-masing pertemuan itu, menurut Ibu Nina, memiliki kelebihan dan tantangan sehinga perlu observasi agar lebih efektif dalam melakukan konseling.
Isi pembicaraan dari pemateri lainnya dalam pembekalan ini akan diulas tersendiri.
Terselenggaranya kegiatan ini, menurut Sekretaris Komkel Keuskupan Denpasar Laurensius Sogen, merupakan kerjasama Bimas Katolik Kementerian Agama Provinsi Bali berupa bantuan dana (khusus untuk di Bali) dan Komkel. Pendanaan kegiatan yang sama untuk di zona Dekenat NTB, katanya, berasal dari DSAK KWI.
Setelah pembekalan di zona pertama, akan dilanjutkan zona lainnya untuk beberapa paroki di sekitar Denpasar dan wilayah timur Bali serta zona Bali Barat. Sedangkan di NTB akan dibagi dalam dua zona yaitu Lombok dan Sumbawa. ***Hironimus Adil