LINTAS PERISTIWA
Trending

PANCAWINDU IMAMAT RM. WILLY BATUAH,CDD; IMAM SEDERHANA, BERAGAM KARYA

KEUSKUPANDENPASAR.NET Perawakannya kecil namun sangat lincah dan rajin. Penampilannya pun sangat sederhana, suka pakai kaos oblong, sandal jepit dan kadang pergelangan tangannya dilingkari karet gelang.

Di balik kesederhanaannya itu, sosok ini adalah seorang pekerja keras dengan beragam karya. Banyak bidang karya yang diurusnya, mulai dari mengurus pendidikan, kesehatan, mengelola rumah retret, percetakan, koperasi, tempat ziarah hingga bidang pertanian dan lain sebagainya.

Dari kiri ke kanan: Rm. Willy, Bpk Uskup, Provinsial CDD Rm. Romanus Sukamto, CDD

Itu adalah sekilas gambaran sosok Rm. Petrus Maria Willy Malim Batuah,CDD, seorang imam dari Congregatio Discipulorum Domini (CDD) atau Kongregasi Murid-murid Tuhan. Banyak orang mengenalnya sebagai Romo Willy Batuah.

Perjalanan imamat Romo Willy, demikian akrab disapa, sudah cukup panjang untuk ukuran seorang imam, yakni 40 tahun (pancawindu). Hampir lebih dari separuh perjalanan imamatnya dia lewati di Bali, tepatnya di Rumah Khalwat Tegaljaya, Dalung, Kabupaten Badung.

Sejumlah imam yang hadir

Sehingga menjadi sangat beralasan ketika Romo Willy, memilih merayakan syukur 40 tahun ziarah imamatnya dilaksanakan di Rumah Khalwat Tegaljaya, tepat pada tanggal tahbisannya 40 tahun lalu yakni pada Senin, 7 Februari 2022.

Menjadi sangat istimewa, sebab perayaan Ekaristi syukuran pancawindu imamat itu dihadiri oleh Gembala Tertinggi Keuskupan Denpasar Mgr. DR. Silvester San, yang berkenan memimpin misa syukur itu sebagai Selebran Utama, didamping sang Yubilaris sendri dan Provinsial CDD Indonesia Rm. Romanus Sukamto, CDD.

Selain Provinsial, sejumlah imam CDD yang rata-rata masih berusia muda juga hadir sebagai dukungan dan kehormatan kepada seniornya yang hampir seluruh hidupnya diabdikan untuk mengurus Yayasan Kolese Santo Yusuf (Kosayu) milik Kongregasi CDD, yang bergerak dalam aneka karya. Bahkan Rm. Willy sudah mengabdi di yayasan itu jauh sebelum menjadi imam.

Dalam misa itu, juga dihadiri Pastor Paroki dan Pastor Rekan Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka Rm. Martin Fatin, SVD dan Rm. Paskalis Nyoman Widastra, SVD. Juga tampak sejumlah biarawan-biarawati, para pimpinan dan staf yang bekerja di bawah naungan Yayasan Kosayu Bali, para kolega maupun undangan lainnya.

Bapak Uskup Denpasar Mgr. Silvester dalam homilinya mengungkapkan bahwa tugas perutusan bukan pekerjaan gampang. Banyak tantangan, kesulitan dan kesukaran yang dihadapi. Namun, semua kesulitan itu dapat dilewati jika setia dan tekun dalam melaksanakannya sebagaimana nasehat St. Paulus.

“Nasehat Santo Paulus untuk bertekun dalam tugas perutusan telah diwujudkan oleh Romo Willy selama empat puluh tahun. Walau banyak tantangan dan kesulitan tetapi Romo Willy tetap setia dan tekun karena Romo Willy tahu kepada siapa dia percaya, tidak lain yaitu kepada Yesus Kristus yang diwartakannya,” ungkap Bapak Uskup.

Hal tersebut, menurut Mgr. San, tercermin dari moto imamat Rm. Willy “…karena aku tahu kepada siapa aku percaya…” (2Tim 1:12b). Romo Willy sungguh menghayati motonya dengan terus mewartakan Yesus dan terus berkarya demi memuliakan Tuhan yang diyakininya dan terus berserah diri kepadaNya, hingga usianya yang hampir 82 tahun saat ini.

Bapak Uskup juga mengajak seluruh umat yang hadir maupun yang mengikuti Ekaristi melalui live streaming untuk bersyukur kepada Tuhan. “Kita bersyukur atas berkat dan anugerahNya kepada Romo Willy,” kata Mgr. San.

Romo Willy, kata Bapak Uskup adalah sosok imam sederhana yang dikenal oleh banyak orang terutama umat Katolik. Umat Keuskupan Denpasar banyak yang mengenalnya karena telah lama berada di Bali untuk mengurus banyak karya.

Dengan nada goyon Bapak Uskup mengungkapkan bahwa dengan penampilannya yang sederhana, sering pakai baju oblong, sandal jepit dan pakai gelang karet, mungkin orang tidak mengenalnya sebagai orang yang banyak karya.

“Penampilan dan kesederhaan yang ditunjukkan Romo Willy, sebagai bukti bahwa Romo sungguh menghayati kaul kemiskinan,” kata Bapak Uskup. Namun Bapak Uskup mengingatkan bahwa kemiskinan itu bukan berarti hidup dalam ketidak layakan. Kaul kemiskinan harus dimaknai sebagai hidup sederhana, hidup tidak bermewah-mewah seperti Romo Willy.

Bapak Uskup juga memuji Romo Willy sebagai imam yang memiliki banyak karya bagi kongregsinya untuk menghidupi anggota komunitas CDD dan umat atau masyarakat umumnya.

“Kita berdoa, semoga Tuhan tetap memberkati Romo Willy agar tetap sehat, selalu setia dan tekun pada imamat dan karya-karyanya serta dalam mewartakan Injil atau kabar baik,” ajak Mgr. San. Menutup homilinya Bapak Uskup, menyampaikan proficiat dan selamat bahagia kepada Romo Willy dan kepada seluruh anggota komunitas CDD.

Sebelum berkat penutup diisi sambutan, antara lain dari Provinsial CDD, sang Yubilaris dan Bapak Uskup. Provinsial CDD Rm. Romanus Sukamto, CDD, mengungkapkan hal yang istimewa itu adalah kesetiaan. Empat Puluh Tahun tahun imamat bukanlah sesuatu yang mudah, sehingga usia ini menjadi istimewa.

Kepada anggota kongregasi yang muda-muda, Provinsial CDD mengajak untuk belajar setia dari Romo Willy. “Kesetiaan itu harus terungkap dalam pelayanan, baik melayani Tuhan maupun umatNya,” katanya.

Sebagaimana kesan umum, ternyata di mata Provisial, Romo Willy juga seorang pribadi sederhana yang membawa banyak kesegaran dan inspirasi. “Dengan kehadiran Romo Willy di tempat ini, membawa banyak kesegaran baik bagi komunitas maupun untuk umat di Keuskupan Denpasar. “Kita bisa belajar untuk mengisi kehidupan kepada Romo Willy,” katanya.

Sang Yubilaris sendiri dalam sapaan kasihnya mengungkapkan bahwa karunia terbesar dalam hidupnya adalah kesehatan. “Bukannya tidak ada penyakit dalam tubuh saya, tetapi saya bisa melewati semua penyakit itu,” katanya.

Kunci utama kebahagiaan hidup serta karunia kesehatan yang boleh dialaminya adalah menjaga mulut. “Saya selalu menjaga mulut, menjaga perkataan saya, menjaga makanan saya. Saya pernah kena kanker stadium empat. Namun karena menjaga mulut (pola makan sehat) sehingga saya bisa melewatinya,” ungkapnya seraya menambahkan bahwa menurut seorang dokter 80% penyakit itu berawal dari mulut.

Romo Willy pun berpesan kepada para rekannya sesama imam untuk tidak mudah menerima ajakan makan dari siapapun. “Saya prihatin, banyak pastor yang tidak mampu menolak ajakan umat untuk makan yang enak-enak,” katanya.

Di akhir sapaannya, Romo Willy menyampaikan terima kasih kepada Bapak Uskup, para imam, biarawan-biarawati dan seluruh umat yang hadir maupun ikut melalui live streaming. “Banyak terima kasih, semoga kita selalu sehat di tengah pandemi ini,” ungkapnya.

Sementara itu Bapak Uskup mengapresiasi Romo Willy, yang menurut Bapak Uskup dalam kamus hidupnya tidak ada kata malas. “Sakitpun Romo Willy tetap berkarya hingga saat ini. Romo Willy juga seorang yang cinta tanaman, di mana ada Romo Willy, lingkungan pasti hijau. Cocok menjadi Bapak Lingkungan Hidup dan Bapak Laudato Si,” puji Mgr. San.

“Apresiasi yang tinggi kepada Romo Willy yang telah secara total memberikan diri pada kongregasi maupun umat yang dilayaninya. Semoga Romo selalu sehat dan gembira,” pungkas Mgr. San

Mengenal Romo Willy Lebih Jauh

Dalam buku berjudul: Menjadi Murid, dalam rangka 60 tahun Romo Willy berkarya di Yayasan Kosayu yang terbit tahun 2019 sekilas mengisahkan perjalanan hidupnya. Lahir di Jember-Jawa Timur 30 Maret 1940. Menyelesaikan pendidikan hingga SMA di Jember. Keingingan menjadi pastor mulai muncul saat usia 13 tahun.

Perjalanan panjangnya dimulai pada tahun 1959, di mana Romo Willy pindah ke Malang, membantu karya Rm. Joseph Wang, CDD di Yayasan Kolese Santo Yusup. Tahun 1959-1960, bekerja sebagai karyawan TU SDK Santo Yusup Malang di Kotalama. Tahun 1960-1970 bekerja di asrama dan karyawan TU SMPK Santo Yusup di Klojen. Kemudian tahun 1971-1985 bekerja sebagai Bapak asrama, karyawan TU dan guru agama di SMAK Kolese Santo Yusup di Blimbing.

Tahun 1972 mulai kuliah di STFT Widya Sasana Malang. Romo Willy juga mulai bertanam anggrek. Setelah itu mulai mengawali karyanya di Sawiran Purwodadi dan Tegaljaya-Denpasar.

Pada 7 Februari 1982 ditahbisakan menjadi imam CDD. Setelah Romo Joseph Wang, CDD, pendiri Yayasan Kosayu meninggal pada 12 November 1985, Romo Willy menggantikannya sebagai Ketua Yayasan Kosaya sampai tahun 2017. Tahun 2017/2018 Romo Agustinus Lie,CDD menggantikan Romo Willy sebagai Ketua Yayasan Kosayu, dan Rm. Willy sebagai Ketua Umum.

Unit-unit karya Yayasan Kosayu di Malang antara lain pendidikan dari TKK-SMAK, Poliklinik, koperasi karyawan, dan lembaga pendidikan komputer.

Karya Romo Willy di Sawiran-Purwodadi dan Mesagi-Tutur meliputi rumah retret, pengobatan herbal, unit pembibitan bunga krisan dan anggrek, kebun bunga dan kebun buah, kebun herbal, kebun sayur dan rumah penginapan.

Beberapa karya Romo Willy di Bali juga hampir mirip dengan di Sawiran dan di Tutur. Di Tegaljaya ada karya unit pendidikan TK-SMP, rumah khalwat, Condido Florist, unit percetakan, koperasi, kebun bunga dan sayur serta tempat ziarah Goa Maria Air Sanih di Singaraja. Di Ubud ada kampung seni, museum topeng dan wayang. ***

Penulis
Hironimus Adil
Tags
Show More

KOMISI KOMUNIKASI SOSIAL

Tim Redaksi *Pelindung Mgr. DR. Silvester San (Uskup Keuskupan Denpasar) *Pemimpin Umum/Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi RD. Herman Yoseph Babey (Ketua Komisi Komsos) *Redaktur: Hironimus Adil- Blasius Naya Manuk- Christin Herman- J Kustati Tukan-

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
error: Content is protected !!
Close
Close