P. GRASIUS, SVD: HIDUP SEBAGAI ROMO ITU MENAWAN DAN MEMESONA
Oleh : Hironimus Adil
Bincang-bincang Panggilan bersama Pastor Grasius, SVD, Ketua Komisi Panggilan SVD Provinsi Jawa dengan anak-anak dan remja di Paroki St. Yoseph Denpasar berlangsung menarik pada hari Minggu Panggilan Sedunia.
Setiap Minggu Paskah ke-4, ditetapkan oleh Gereja sebagai Minggu Panggilan Sedunia. Tahun ini jatuh pada Minggu (25/4/2021). Paroki St. Yoseph Denpasar menggelar aksi panggilan dalam program bincang-bincang panggilan bersama Pastor Grasius, SVD, di hari itu.
P.Grasius, SVD saat ini tinggal di biara Soverdi Yogyakarta. P. Grasius menyampaikan kesaksian panggilan hidupnya langsung dari Yogyakarta secara daring (online) melalui zoom meeting dan live streaming pada kanal youtube St. Yoseph Denpasar.
Aksi panggilan ini dikoordinir oleh Seksi Sekami Paroki St. Yoseph Denpasar. Acara dipandu oleh salah seorang umat Paroki St. Yoseph, yang juga Redaktur Majalah Agape dan berita online Keuskupan Denpasar www.keuskupandenpasar.net Hironimus Adil.
Ratusan anak-anak paroki itu berkumpul di Gereja Yesus Gembala Yang baik Ubung-Denpasar, seusai misa. Mereka secara tertib mengkuti dan mendengarkan pencerahan dan kesaksian seputar panggilan dari Pater Grasius. Beberapa anak-anak itu mengenakan seragam khas bebera profesi/panggilan seperti mamakai kasula imam, pakaian suster, perawat, dokter, pilot, polisi, dan sebagainya.
Pater Grasius, mengawali bincang panggilan ini dengan menyampaikan amanat Paus Fransiskus menyambut Minggu Panggilan. Juga menyampaikan Surat Apostolik Paus Fransiskus yang menetapkan tahun ini sebagai Tahun St. Yoseph yang merupakan pelindung paroki ini.
Pater Grasius mengungkapkan sosok St. Yoseph dan Panggilannya, di mana St. Yoseph memiiliki kekuatan yaitu memiliki mimpi, melayani dan pelindung panggilan.
Mimpi itu sama dengan cita-cita atau harapan. St. Yoseph juga seorang yang setia melayani. Dari gambaran hidup St. Yoseph, dia adalah seorang yang memberikan hidup sepenuhnya untuk orang lain. Dia juga adalah seroang pelindung panggilan.
Lantas Pater Grasius mengulas tentang apa itu panggilan hidup. Dikatakan panggilan hidup itu sama dengan pilihan hidup. Tuhan telah menganugerahkan kepada setiap orang pilihan dan panggilan hidupnya. Panggilan hidup itu macam-macam, ada panggilan hidup berkeluarga, panggilan khusus, dan panggilan hidup dengan profesi atau peran tertentu. “Semua panggilan hidup itu baik adanya,” katanya.
Di dalam Gereja Katolik ada yang disebut panggilan khusus. “Hari ini kita akan bincang-bincang khusus tentang panggilan khusus ini,” ungkapnya. Panggilan khusus dalam Gereja itu adalah panggilan sebagai Imam, Suster dan Bruder.
Panggilan khusus adalah rahmat dari Tuhan sendiri, namun perlu tanggapan manusia juga. Untuk menumbuhkan panggilan khusus ini, katanya, harus dimulai dari keluarga. “Dalam keluarga Romo dulu sering ada doa bersama dalam keluarga. Kekuatan doa ini sangat luar biasa,” cerita Pater Grasius tentang kehidupan doa dalam keluarganya.
Pater Grasius juga menceritakan pengalaman masa kecilnya yang suka membaca buku-buku rohani antara lain buku Sahabat Yesus serta buku tentang Santo dan Santa atau orang kudus. Dari kebiasaan itu kemudian muncul benih panggilan menjadi seorang imam.“Sejak Kelas IV SD, saya sering dalam doa mengucapkan: Ya Tuhan, saya mau menjadi Romo,” kisahnya.
Selain impian atau cita-cita menjadi Romo yang muncul dari hatinya, peran pastor paroki juga sangat mendukung, ditambah dukungan orang tua.
“Dulu bapak saya sangat mendorong saya untuk sekolah seminari. Katanya seminari itu bagus, disiplin dan tinggal di asrama,” kisahnya.
Pater Grasius, kemudian menemukan sendiri bagaimana indahnya hidup sebagai seorang Romo (Pastor). “Hidup sebagai seorang Romo itu menawan, terpukau dan memesona,” katanya. Demikian pula hidup panggilan khusus lainnya sebagai biarawan-biarawati.
Bagian berikut dari kesaksian panggilannya, Pater Grasius memperkenalkan kongregasinya, Societas Verbi Divini (SVD) atau kongregasi Serikat Sabda Allah, dan bagaimana indahnya hidup sebagai seorang misionaris yang bisa diutus ke mana saja.
Bagi yang berminat masuk SVD, Pater Grasius menjelaskan tujuh aspek pembinaan dalam SVD dalam membentuk kepribadian seorang imam/bruder SVD. Aspek aspek itu adalah psiko emosional (pengelolaan emosi), psiko spiritual/rohani, hidup komunitas (kebersamaan), menghidupi kaul, semangat bermisi dan pembinaan inteletual.
Mengakhiri pemaparannya, dia mengajak anak-anak agar berani mengambil keputusan jika Tuhan memanggil untuk menjalani hidup dalam panggilan khusus baik menjadi imam, bruder atau suster. “Kalian adalah penerus imam, bruder, suster dari Bali untuk dunia,” katanya.
Dalam sesi tanya jawab, seorang anak laki-laki bernama Arfin, saat ini duduk di bangku kelas VI, bertanya berapa tahun waktu yang dibutuhkan untuk menjadi Romo. Secara bijak Pater Garsius menjawab, “Soal waktu itu tergantung setiap pribadi, tidak berbeda jauh dengan kuliah umum. Untuk menjadi imam, kuliahnya sampai dengan pascasarjana (S-2) baru ditahbiskan. Jika dihitung mulai dari Novis (bagi calon imam kongregasi) hingga ditahbiskan paling tidak 9 tahun. Tetapi kalau sudah terpanggil, tidak usah hitung waktu, jalani saja.
Sebelum mengakhiri bincang-bincang panggilan itu, Pastor Paroki St. Yoseph Denpasar P. Yohanes Nyoman Madia Adnyana, SVD, yang setia mengikuti acara ini sampai tuntas menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada konfraternya P. Grasius, SVD, yang telah meluangkan waktu untuk bersama anak-anak dan remaja parokinya dalam aksi panggilan itu.
Terima kasih juga disampaikan kepada pengurus dan pendamping sekami, tim multimedia (Komsos) paroki, pemandu acara, anak-anak dan orang tua serta semua pihak yang telah ikut menyukseskan acara itu.
Sementara di sela-sela homilinya pada misa hari itu, Pater Yan Madia, demikian akrab disapa, mengharapkan agar ada yang terpanggil menjadi imam atau suster/bruder dari paroki ini. “Sampai saat ini belum ada seorang pun yang terpanggil,” katanya.
Romo Yan, sangat berharap kepada beberapa anak dan remaja yang saat ini sedang dan akan menempuh pendidikan di Seminari agar kelak ada yang benar-benar menjadi imam. Romo Yan menyampaikan data bahwa saat ini dari Paroki St. Yoseph sudah ada dua orang frater yang sedang menempuh pendidikan di Seminari Tinggi Ritapiret, satu anak Kelas I SMA Seminari Tuka, dua orang mengikuti Kelas Persiapan Bawah (KPB) serta dua orang SMP Seminari dan dua orang lagi akan masuk seminari . Tidak ada data calon suster atau bruder yang diungkapkan.
Romo Yan berharap, “Orang tua harus ikut mendukung anak-anaknya yang berminat pada panggilan khusus, sebab terkadang anaknya mau, tetapi kendalanya orang tua tidak setuju.”
*Hiro