Kunci utama kekuatan dan mutu sebuah bangsa atau suatu kelompok agama sangat ditentukan oleh mutu hidup keluarga.
Oleh karena itu, keluarga yang menjadi wadah pembentukan generasi masa depan harus sungguh diperhatikan sebab keutamaan-keutamaan hidup seseorang berawal dari keluarga.
Penegasan itu diungkapakan Yulianus Gale, selaku Ketua Panitia Penyelenggara Pembinaan Bimbingan Keluarga Katolik, yang berlangsung Sabtu (21/5) di sebuah hotel di wilayah Kuta.
Kegiatan tersebut merupakan kerjasama Bimas Katolik Kementerian Agama Provinsi Bali dengan Komisi Keluarga Keuskupan Denpasar.
Peserta merupakan utusan dari beberapa paroki di Bali, dengan total peserta sekitar 58 orang.
Yulianus Gale, selaku pejabat fungsional di Bimas Katolik Provinsi Bali, mengungkapkan bahwa keluarga dalam konteks kehidupan menggereja merupakan sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat sebagaimana anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tahun 1981 dalam Familiaris Consortio (art. 42).
Keluarga juga, lanjutnya, menjadi sekolah kemanusiaan (Gaudium et Spes art. 52) karena keluarga menjadi tempat pertama seseorang belajar hidup bersama orang lain serta menerima nilai-nilai luhur dan warisan iman.
Namun demikian, menurut Yulianus Gale, kenyataan faktual memperlihatkan bahwa kehidupan perkawinan dan keluarga saat ini menghadapi banyak tantangan, di mana hakekat dan makna perkawinan serta hidup berkeluarga bagi sebagian orang sedang mengalami kekaburan.

“Praktek pisah ranjang, perceraian semakin meningkat, perselingkungan, kekerasan dalam rumah tangga, hidup tanpa ikatan perkawinan dan lain-lain adalah beberapa contoh tantangan keluarga yang sungguh menggerogoti kesucian dan keluhuran perkawinan dan hidup keluarga,” katanya.
Berhadapan dengan kenyataan tersebut, lanjutnya, Bimas Katolik kemudian merancang program-program seperti pembinaan bimbingan keluarga Katolik yang diselenggarakan atas koordinasi dengan Komisi Keluarga Keuskupan Denpasar ini.
Melalui kegiatan ini, menurut Mantan PLT. Pembimas Katolik Provinsi Bali, ini diharapkan dapat mendorong setiap orang (keluarga) untuk menanggapi panggilan masing-masing dan panggilan hidup keluarga menuju kekudusan. Hal ini, imbuhnya, selaras dengan Seruan Apostolik Paus Fransiskus “Gaudete Exultate”.

Tujuan kegiatan pembinaan bimbingan keluarga Katolik ini antara lain menjadi momentum refleksi terhadap upaya membangun keluarga Katolik yang harmonis dan demi mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan menggereja, berbangsa dan bernegara.
Tujuan lainnya adalah mengobarkan semangat pantang menyerah mewujudkan Gereja Rumah Tangga yang sejahtera serta meningkatkan iman keluarga Katolik.
Sementara itu, Pembimas Katolik Kementerian Agama Provinsi Bali, R.B. I Made Suryanta, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa media sosial menjadi tantangan nyata bagi kehidupan keluarga-keluarga di era tekologi digital saat ini.
“Walau kita duduk makan bersama dalam satu meja, tetapi kita ‘dipisahkan’ karena sibuk dengan HP masing-masing,” katanya memberi contoh bagaimana teknologi komunikasi mengancam keharmonisan keluarga jika tidak bijaksana dalam menggunakannya.
Menurut Pembimas, pemerintah dalam hal ini Bimas Katolik, melakukan upaya-upaya dengan kegiatan pembinaan agar keluraga-keluarga Katolik boleh mendapatkan bimbingan dan pendampingan sehingga menjadi keluarga yang sejahtera.
“Kita perlu menyadari kasih Tuhan itu adalah panggilan dan jalan kekudusan, kita perlu menguduskan keluarga kita sendiri dan menguduskan keluarga lain,” imbuh Pembimas Katolik Provinsi Bali.
Kegiatan yang mengusung tema “Kasih Keluarga: Panggilan dan Jalan Kekudusan” itu menghadirkan narasumber baik dari Bimas Katolik maupun dari Komisi Keluarga Keuskupan Denpasar.
Dari Bimas Katolik, narasumbernya adalah Pembimas Katolik R.B. I Made Suryanta, dengan topik bahasan “Kebijakan Teknis Bimas Katolik dalam Pembinaan Bimbingan Keluarga Katolik.
Menurut Pembimas, pemerintah melalui pihaknya senantiasa memiliki program baik unggulan maupun rutin yang bersentuhan langsung dengan pembinaan keluarga-keluarga, mengingat keluarga sebagai tiang utama pembangunan bangsa. “Keluarga yang kokoh menjadi kunci kokohnya sebuah bangsa,” imbuhnya.
Sementara itu, dari Komisi Keluarga Keuskupan Denpasar menghadirkan dua narasumber yaitu Ketua Komisi Keluarga RD. Adianto Paulus Harun dan Sekretaris Komisi Keluarga Laurensius Ledun Sogen.
Materi dari kedua narasumber Komisi Keluarga tersebut bersumber dan merupakan sosialisasi isi buku “Kasih Keluarga: Panggilan dan Jalan Kekudusan.” Judul buku ini merupakan seruan dari Paus Fransiskus.
Ada beberapa sub tema dalam buku tersebut yang menjadi bahan refleksi maupun wawasan bagi para peserta. RD. Adianto Paulus Harun antara lain menyampaikan tiga sub tema pertama dari isi buku tersebut yaitu Panggilan dan Keluarga; Dipanggil Kepada Kekudusan; dan Nazareth: Kasih yang Biasa.
Kemudian Lorens Sogen, membahas subtema IV sampai VII, yaitu Kita Semua Anak, Kita Semua Saudara; Ayah dan Ibu; Kakek, Nenek dan Lansia: dan Tolong Terima Kasih dan Maaf.
Selain mendapat masukan para narasumber, para peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapan, pertanyaan atau berupa masukan.
Ada juga sesi diskusi kelompok untuk mendiskusikan beberapa pertanyaan penuntun dari RD. Adianto, sehingga peserta sungguh mendalami materi-materi yang disampaikan. ***

Hironimus Adil