Irama kolintang, salah satu jenis musik tradisional Indonesia berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara, mengalun indah mengirini koor Sekami St. Yoseph Denpasar dalam Misa Hari Raya Paskah, Minggu (17/4) di Gereja Yesus Gembala Yang Baik, Denpasar (YGYB).
“Pagi ini musik kolintang mengiringi anak-anak Sekami kita sebagai persembahan terindah untuk keagungan perayaan besar ini,” ungkap Pastor Paroki St. Yoseph P. Yohanes I Nyoman Madia Adnyana, SVD, yang memimpin misa itu dalam pengantarnya.
Kedua imam paroki ini sama-sama melayani Paskah Minggu pagi ini di gereja YGYB. Maklum Paroki St. Yoseph harus melayani di dua gereja, yakni di gereja St. Yoseph di jalan Kepundung dan di gereja YGYB, jalan Saridana Ubung-Denpasar.
Selama Tri Hari Suci, Pastor Paroki melayani di gereja YGYB dan Pastor Rekan di gereja St. Yoseph. Perayaan Minggu Paskah di gereja St. Yoseph tetap ada pada Minggu petang.
Perayaan Minggu Paskah di gereja YGYB memang spesial bagi anak-anak paroki itu, baik yang terlibat aktif dalam Sekami maupun mereka yang belum terdaftar menjadi anggota Sekami. Petugas liturgi, khususnya koor, lektor maupun pemazmur dilayani sepenuh oleh Sekami dan para pendamping Sekami.
Menariknya sebagian dari pemain kolintang adalah para remaja pendamping Sekami. Walau masih belum profesional, tetapi mereka berhasil mengirigi koor itu dengan baik. Iringan musik kolintang ini memberikan kesan meriah dan agung pesta paskah ini.
Kendati misa ini secara istimewa didedikasikan untuk anak-anak tidak berarti yang hadir misa hanya anak-anak. Umat lainnya juga memadati gereja dalam misa ini. Hanya saja anak-anak diberikan tempat duduk khusus persis di deretan bangku-bangku tengah yang berhadapan langsung dengan altar.
PASKAH PERAYAAN TERBESAR
Pater Yan Madia, demikian pastor paroki biasa disapa, dalam homilinya sedikit bergaya katekese. Ada sedikit dialog ringan dengan anak-anak. Pater Yan, memulainya dengan pertanyaan “Perayaan apakah yang terbesar dalam Gereja Katolik?” Secara serempak anak-anak menjawab, “Paskaaaahhh..”
“Anak-anak luarrr biasa,” kata Pater Yan memuji anak-anak itu. Pater Yan melanjutkan, benar bahwa perayaan terbesar dalam Gereja Katolik adalah Paskah. Walaupun pesta paskah biasanya kurang meriah bila dibandingkan dengan kemeriahan pesta Natal.
“Menurut ajaran Gereja Katolik bahwa Pesta terbesar dalam Gereja kita adalah Paskah, perayaan Kebangkitan Kristus,” ungkapnya. Merujuk pada kata-kata St. Paulus, “Andaikata Kristus tidak bangkit maka sia-sialah iman kita,” imbuhnya.
Melalui Paskah Kebangkitan Yesus, lanjutnya, maka segalanya menjadi ubah dan berubah. Tragedi menjadi kemenangan, kematian menjadi kehidupan.
PASKAH DAN BULAN PURNAMA
Sementara pada perayaan Vigili Paskah (Sabtu Suci) di gereja St. Yoseph, Sabtu (16/4) malam, Pastor Laurensius Ketut Supriyanto, SVD, yang memimpin misa malam itu mengungkapkan bahwa bulan purnama selalu menyertai perayaan Malam Paskah.
“Sadar atau tidak sadar, Paskah itu selalu bertepatan dengan bulan purnama. Paskah selalu terjadi pada Minggu Pertama Sesudah Purnama Pertama Musim Semi Lintang Utara,” katanya.
Hal itu, lanjutnya, memang ditetapkan demikian dan memiliki pendasarannya, antara lain bahwa sejatinya Paskah itu dirayakan sampai pagi, sehingga pada zaman dulu jika membaca Kitab Suci ada bulan yang menyertai sepanjang malam.
Dengan demikian, menjadi jelas alasan mengapa pesta paskah itu tanggalnya selalu berubah setiap tahunnya, tidak seperti Natal yang ditetapkan setiap 25 Desember. Dikatakan, ada tim khusus dalam Gereja Katolik yang menganalisis itu dan ada perhitungannya secara matematis, sehingga paskah selalu bertepatan dengan bulan purama.
“Ini bukan klenik, tapi ada hitungannya secara matematis oleh tim yang khusus untuk mengkaji itu., lalu mengumumkan kapan mulai Rabu Abu dan seterusnya sampai Paskah tiba,” imbuhnya.
Selain itu, Pater Ketut, juga mengingatkan bahwa Kristus yang bangkit akan terus hidup dan tidak mati lagi. “Inilah yang dicari oleh seluruh pengikut Yesus yaitu mau hidup selamanya walau telah mati seperti Yesus yang kita imani dan rayakan kebangkitanNya malam ini,” katanya.
Pater Ketut, juga mengajak umat untuk senantiasa mengosongkan diri, sebab dalam kekosongan itu kita akan dibawa pada suatu titik yaitu Cahaya Ilahi.
“Cara mengosongkan diri itu yakni dengan mengambil waktu mendengarkan Tuhan. Saat berdoa kita menyampaikan permohonan-permohonan dan Tuhan mendengarkan kita. Namun biasanya setalah itu kita langsung selesai atau pulang tanpa mendengarkan Tuhan. Doa yang baik, setelah menyampaikan permohonan, kita hening mengosongkan diri dan saat itulah kesempatan kita mendengarkan Tuhan,” katanya, seraya mengajak umat supaya dalam hidup senantiasa mengamalkan kebaikan.
Seusasi Misa Minggu Paskah di gereja YGYB Ubung, anak-anak Sekami tidak langsung pulang. Ada acara lebih lanjut setelah misa yaitu pengumuman hasil lomba yang diselenggarakan khusus bagi anak-anak Sekami dalam menyambut Paskah 2022. Beberapa jenis lomba sudah berlangsung sejak Februari 2022.
Selamat kepada para pemenang lomba dan hadiah yang didapat tentunya menjadi kado Paskah terindah. Selamat Paskah 2022.***