Pagi ini cuaca mendung dan sedikit rintik. Sedikit agak malas namun tak menghalangi langkahku untuk segera bangun dan pergi ke Gereja.
Mendung ataupun hujan bukanlah sebuah kendala untuk merayakan Ekaristi karena hujan juga merupakan anugerah Tuhan bagi kehidupan manusia.
Petani mendambakan hujan agar tanamannya bertumbuh dengan baik. Mendung dan hujan juga mendatangkan kesejukan bagi manusia.
Itulah mengapa mendung dan rintik hujan tak menyurutkan langkahku untuk mengikuti misa.
Pada minggu biasa ke 30 (25/10/2020) ini, aku merayakan Ekaristi di Gereja Katedral.
Melihat semangat dan keramahan para petugas satgas covid-19 di paroki ini, membuatku juga bersemangat merayakan Ekaristi. Salut buat para petugas yang melayani umat dengan ramah dan menyenangkan.
Perayaan Ekaristi dipimpin Romo Herman Yoseph Babey, Pastor Paroki Katedral.
Dalam pengantar, Romo mengajak umat untuk merefleksikan model cinta kepada Allah dan sesama yang dibangun dalam hidup harian.
Sementara itu dalam kotbahnya terinspirasi dari Injil yang dibacakan, Romo Babey mengajak umat mencermati pengajaran Yesus tentang sikap kasih kepada Allah dan sesama yang seharusnya.
Katanya, ajaran Yesus tentang kasih itu sangat Radikal: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Yang dikatakanNya sebagai Hukum yang utama dan yang pertama.
Berikutnya dikatakan Yesus sebagai hukum yang kedua: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Terkait dengan ajaran Yesus yang radikal ini, Romo Babey mengatakan bahwa tidak mudah untuk melaksanakannya dan sering jatuh dalam formulasi kata belaka.
Jika ditanya apakah kita mengasihi Allah dan sesama? Pasti jawabnya ya.
Apakah benar formulasi kata ya itu sungguh diwujudnyatakan dengan tindakan yang jelas. Wujud nyata mengasihi Allah, Rm Babey mencontohkan antara lain tidak boleh ada ruang sedkitpun untuk kuasa lain dalam diri manusia.
Jika ada kekuatan lain maka hidup doa macet, semangat merayakan Ekaristi kabur, lebih mencintai hal-hal duniawi dari pada Allah.
“Jika mengandalkan kekuatan lain seperti magic, nafsu merebut dunia dengan segala tawarannya, maka ini adalah bentuk formulasi “Ya” mengasihi Allah namun tidak dalam wujud tindakan nyata,” tegas Romo Babey.
“Demikian juga kasih kepada sesama, manusia lebih cenderung bergantung pada situasinya, jika orang itu menarik dan menguntungkan, manusia akan mudah mengasihi sesamanya, namun jika sesama itu miskin, sakit, pernah menyakiti maka tidak gampang untuk mengasihi mereka, karena kita berpikir mereka akan mengganggu ketentraman ekonomi kita dan kita merasa rugi jika mengasihi mereka,” tambah Rm. Babey bersemangat.
Berkaitan dengan bacaan minggu biasa ke 30 ini, Romo Babey mengajak umat untuk lebih serius mengasihi Allah dalam segala situasi dengan total.
“Jika menghadapi masalah dalam hidup, jangan pernah tinggalkan Allah. Hanya andalkan Allah untuk menyelesaikannya dan bukan kekuatan lain di luar Allah,” imbuhnya.
Demikian juga dengan mencintai sesama, kita dipanggil untuk mencintai dan bersolider kepada mereka yang miskin dan menderita.
Mencintai sesama adalah wujud nyata mengasihi Allah, seperti sabda Yesus pada perikop yang lain “apa yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraku yang paling hina ini kamu telah melakukan untuk Aku”.
Dengan kata lain jika kita mengatakan mencintai Allah maka wujudnyatanya adalah mencintai hidup orang lain, tandasnya.
Mengakhiri kotbahnya Romo Babey mengajak umat agar mencintai Allah dan sesama dengan nyata bukan hanya dalam formulasi kata saja.
“Dengan mencintai Allah dan sesama secara nyata akan membentuk dan membangun jati diri kekristenan kita,” tambahnya.
Manakah model cintamu?
Salam sehat penuh cinta Tuhan. PRIMA***