MENDARATKAN MODERASI BERAGAMA DI KALANGAN ORANG MUDA KATOLIK BALI
Berbicara tentang “Moderasi Beragama”, tidak lagi hanya pada tataran konsep yang mengawang, melainkan harus didaratkan ke seluruh lapisan masyarakat, termasuk kepada orang muda, yang menjadi harapan masa depan bangsa. Tujuannya agar kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk ini bisa rukun dan damai; serta tidak terhasut oleh paham-paham radikal dan intoleran.
Hal tersebut di atas menjadi latar belakang Seksi HAK (Hubungan Antargama dan Kepercayaan) Dewan Pastoral Paroki (DPP) Tritunggal Mahakudus Tuka, menyelenggarakan Seminar Moderasi Beragama Bagi Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka.
Seminar Moderasi Beragama Bagi Orang Muda Katolik ini baru pertama kali diadakan di Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, Sabtu (09/07/’22), berlangsung di Perpustakaan Widya Wahana Paroki Tuka. Kegiatan tersebut dirancang oleh Seksi HAK DPP Paroki Tuka khusus untuk OMK Tuka. Peserta yang hadir berjumlah 50 orang didampingi oleh Tim DPP Tuka dan para pendamping OMK dari DPPTuka.
Acara Seminar diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan dilanjutkan dengan Doa Pembuka oleh Agustinus Nyoman Yasa (Anggota Seksi HAK DPP Tuka). Selanjutnya sambutan dari Ketua Panitia, Drs. B.Wayan Purwanto, yang juga menjadi Ketua Seksi HAK DPP Tuka.
Dalam sambutannya, Wayan Purwanto menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan supaya generasi muda mampu merawat Indonesia dengan menghidupkan nilai-nilai Katolik antara lain, cinta kasih, toleransi dan cinta tanah air dalam kehidupan bersama. Wayan Purwanto juga mengingatkan kepada OMK bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, generasi muda memegang peranan sangat penting. Ditandai dengan berdirinya Budi Utomo tahun 1920 yang digerakan oleh tokoh pemuda terpelajar Dr.Sutomo dengan kawan-kawan. Selanjutnya pada tahun 1928 generasi muda bangsa Indonesia mencetuskan Sumpah Pemuda yang menjadi embrio berdirinya NKRI. Dan Pada tahun 1945, peran orang muda juga sangat penting yang mendesak para pemimpin bangsa Indonesia khususnya Soekarno dan Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan negara kesatuan republic Indonesia. Begitu juga pada tahun 1965, ketika PKI hendak menggantikan falsafat Pancasila sebagai dasar negara RI dengan falsafah Komunis, Orang Muda juga sangat berperan besar dalammengamankan dasar negara Indonesia dari rongrongan PKI. Selanjutnya pada tahun 1998, orang mudalah yang berjasa dalam menggullingkan rezim Orde Baru dan menggulirkan reformasi.
Tujuan yang lain dari kegiatan Seminar ini menurut Wayan Purwanto, agar Orang Muda Katolik mampu mengamalkan ajaran agamanya sehingga dapat menjadi ”Orang Muda Katolik 100% dan Warga Negara Indonesia 100%”. Lebih dari itu,
supaya Orang Muda Katolik Bali pada khususnya dan Orang Muda Katolik Indonesia pada umumnya tidak tercerabut dari akar budayanya.
Kegiatan Seminar ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Rm. Dr.Paskalis Nyoman Widastra, SVD, M.Si (Ketua Komisi HAK Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar, Pastor Rekan Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka) dan Ir. I Wayan Sukarya, M.Ag.(Sekretaris PHDI Kabupaten Badung dan Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Badung. Pada sesi pertama, Rm.Paskalis memberikan materi tentang Moderasi Beragama Dalam Perspektif Katolik dan Budaya”.
Menurut Romo Paskalis, Gereja Katolik dalam seluruh ajarannya, baik dalam tradisi dan dalam Kitab Suci, selalu mengajarkan tentang cinta kasih dan hidup baik dengan sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama dan golongan. Karena itu belum pernah terjadi seorang pastor atau romo dalam kotbahnya menghasut umat untuk membenci ataupun membunuh orang lain.
“Jika kita hidup dengan mengamalkan cinta kasih, kita pasti akan diterima oleh sesama walau berbeda agama, suku, ras, dan golongan. Prinsipnya, “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, tandas romo Paskalis .
Selanjutnya Romo Paskalis menjelaskan bahwa Gereja Katolik memandang budaya secara positif, khususnya melalui Konsili Vatikan II (1962-1965). Dukumen Konsili Vatikan II menyebut Gereja hadir dalam budaya dan menjadi bagian dari budaya masyarakat. Karena itu dalam Gereja Katolik kita mengenal istilah inkulturasi dalam Gereja, baik dalam tata ibadat, dalam tata busana, dan lagu-lagu daerah dalam ibadat atau perayaan liturgi.
Pada akhir materinya, romo Paskalis meminta Orang Muda Katolik walaupun minoritas di tengah mayoritas agama lain, tidak boleh takut berbaur bersama orang lain dan jangan mengasingkan diri dari lingkungan sosial. Sejauh OMK bisa mengamalkan nilai-nilai hidup yang benar, pasti akan diterima oleh orang lain dalam kehidupan di tengah masyarakat majemuk.
Narasumber kedua Ir.I Wayan Sukarya, M.Ag., memberikan materi tentang “Moderasi Beragama Perspektif Hindu Dalam Kaitan Dengan Toleransi dan Kerukunan”.
Wayan Sukarya mengatakan keyakinannya bahwa Tuhan yang diimani oleh setiap Agama, sesunggunya adalah Tuhan yang satu dan sama. Karena jikaTuhan yang diyakini agama Hindu beda dengan yang diyakini oleh agama lain maka apa yang diciptakan Tuhan juga pasti berbeda-beda. Bisa jadi dalam keyakinan agama yang satu, Tuhan menciptkan Wanita yang mengandung dan melahirkan manusia. Sedangnkan Tuhan pada agama lain menciptakan laki-laki yang mengandung dan melahirkan manusia. Karena itu Wayan Sukarya sangat yakin bahwa sesungguhnya Tuhan itu satu. Tuhan Sang pencipta itu satu tetapi cara kita menyebutnya berbeda-beda.
Sekretaris PHDI Kabupaten Badung ini mengatakan bahwa dalam ajaran agamaHindu, ada ajaran tentang Tri Hita Karana: Tiga Penyebab Kebahagiaan, yakni Parhyangan(Hubungan yang baik dengan Tuhan), Pawongan (Hubungan baik dengan manusia dan sesama), dan Palemahan (Hubungan baik dengan alam sekitar). Selain itu ada Tat Wan Asi adalah filsafat Hindu yang mengajarkan tentang Kesusilaan tanpa batas. Engkau adalah aku dan aku adalah engkau. Dengan demikian ada rasa kebersamaan sebagai saudara (Vasudhaiva Kutumbakam), yang saling menolong dalam suka dan duka. Semua itu mengajarkan tentang nilai-nilai toleransi dan kerukunan yang harus kita pelihara dan jaga bersama.
Sesi ketiga diskusi kelompok. Para peserta dibagi menjadi 6 kelompok dengan komposisi peserta berbaur satu sama lain untuk menyatukan orang muda Katolik yang berbeda dari masing-masing lingkungan.
Dua pertanyaan yang menjadi bahan diskusi kelompok adalah pertama, apa yang Orang Muda Katolik pahami tentang moderasi beragama. Berikan contoh tentang sikap dan perilaku hidup yang sesuai dengan moderasi beragama dan yang tidak sesuai dengan moderasi beragama.
Pertanyaan kedua, apa yang bisa para peserta seminar lakukan dalam mewujudkan gerakan moderasi beragama sesuai dengan ajaran Yesus Kristus di lingkungan mereka masing-masing.
Kedua pertanyaan yang didiskusikan tersebut bermaksud untuk mengukur seberapa jauh pemahaman mereka terhadap materi yang telah diberikan oleh narasumber dan seberapa bisa mereka praktekan dalam kehidupan nyata di lingkungan mereka masing-masing.
Dengan demikian materi tentang moderasi beragama tak hanya berhenti pada tataran konsep, melainkan harus didaratkan pada Orang Muda Katolik untuk dihayati dan diamalkan dalam kehidupan mereka masing-masing di tengah masyarakat. Hasil diskusi kelompok dilaporkan dalam pleno sehingga semua peserta diperkaya oleh pemikiran dari setiap kelompok diskusi.
Di bagian akhir kegiatan, Pastor Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, Rm.Martin Fatin, SVD memberikan sapaan kasih kepada para peserta seminar dan seluruh pihak yang terlibat didalam acara tersebut. Romo Martin menyampaikan agar Orang Muda Katolik mempraktekan moderasi beragama itu mulai dari hal terkecil dalam diri mereka sendiri, dalam lingkungan masyarakat.
Lebih dari itu, Romo Martin berharap OMK harus berjiwa Pancasila yaitu beriman, berperikemanusiaan, bersatu, mandiri, kreatif, gotong-royong, adil dan saling menghargai terhadap sesama dalam keberagaman. *** Tyas,Anggi,Calvin (Tim Komsos OMK Tuka). Editor :Blasius Naya Manuk.