LINTAS PERISTIWA
Trending

KOMDIK PUSPAS LANJUTKAN MUSYAWARAH PENDIDIKAN KATOLIK DI PAROKI SUMBAWA

Komisi Pendidikan Pusat Pastoral (KOMDIK PUSPAS) Keuskupan Denpasar melanjutkan kegiatan “Musyawarah Pendidikan Katolik” di Paroki Sang Penebus Sumbawa-NTB, Sabtu (12/4/2024. Kegiatan unggulan Komdik Puspas ini, sebelumnya diadakan di Mataram tanggal (27/3/2024). Peserta yang diundang hadir dalam kegiatan Musyawarah Pendidikan Katolik baik di Mataram, yakni untuk Paroki Santa Maria Immaculata Mataram dan Paroki Santo Antonius Ampenan; maupun di Sumbawa adalah para fungsionaris pastoral paroki terdiri dari unsur DPP, Ketua Lingkungan dan Untusan KBG masing-masing 3 orang.

Mgr. San, Rm. Jono(duduk) dan Rm.Kkemens Bere(berdiri) tengaah menyampaikan sapaan kasih pada acara pembukaan.

Tim Komdik yang hadir untuk memandu proses kegiatan tersebut di Sumbawa: Romo Agustinus Sumaryono,SVD (Ketua), Christin Herman (Sekretaris), Blasius Manuk (Sekjen Puspas), dan Romo Herman Yoseph Babey (Direktur Puspas). Selain tim Komdik, sebagaimana pada kegiatan sebelumnya di Mataram, Uskup Denpasar (Bali-NTB), YM.Mgr.Dr.Silvester San, juga turut hadir untuk memberikan pengarahan dan membuka kegiatan secara resmi, serta memberikan penegasan dan peneguhan pada akhir kegiatan.

Proses Musyawarah

Proses Musyawarah berjalan lancar sesuai jadwal yang disiapkan, yakni dari pkl.14.30 – 21.30 Wita. Pastor paroki Sang Penebus Sumbawa, romo Klemens Bere, yang akrab disapa romo Cece dalam sapaan kasihnya mengatakan, “kiranya melelalui musyawarah ini kita menemukan jawaban atas anggapan bahwa sekolah katolik itumahal. Karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada umat yang telah berpartisipasi dalam musyawarah kali ini. Saya berharap kita dapat mengikutinya dengan baik dan sungguh-sungguh agar memperoleh hal yang baik. Saya sering mengatakan kepada umat bahwa mati hidupnya sekolah Katolik terletak pada umat itu sendiri. Kalau mau sekolah kita tetap eksis maka kita dukung dengan berbagai cara, salah satunya dengan menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik. Meskipun ada hambatannya pasti ada jalan keluar”.

Setelah sapaan kasih dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Komdik, RP. Agustinus Sumaryono, SVD, yang biasa dipanggil romo Jono. Dalam sambutannya, romoJono mengatakan, “berdasarkan pertemuan-pertemuan sebelumnya soal Pendidikan muncul tuntutan dari orang tua untuk Pendidikan agama Katolik bagi anak mereka. Tandanya bahwa mereka tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik. Padahal iman merupakan hal yang penting bagi anak”.

Peserta

Melalui Musyawarah Pendidikan Katolik, romo Jono mengatakan Komisi Pendidikan ingin membuat gerakan untuk lebih peduli dengan sekolah Katolik yang ada di Keuskupan Denpasar. Sebab hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa persoalan. Salah satunya adalah biaya sekolah yang mahal. Terlepas dari alasan tersebut, menurut romoJono, “intinya kita bersama-sama lebih peduli pada sekolah-sekolah Katolik, kalau kita tidak peduli kita harus mengharapkan siapa lagi”.

Lanjutnya, “Sekolah tidak hanya soal transfer ilmu tetapi juga nilai-nilai iman Katolik. Di Keuskupan Denpasar, terdapat 4 Yayasan Pendidikan Katolik yang berkarya di Keuskupan Denpasar; antara lain Yayasan: Insan Mandiri Denpasar, Marsudirini-Negara, Kolese Santo Yusuf Tegal Jaya, dan Soverdi di Tuban dan di Jimbaran. Totalnya ada 55 unit sekolah yang bernafaskan Katolik. Karena itu, kita para fungsionaris pastoral bersama umat adalah agen penggerak untuk menghidupkan sekolah Katolik di Keuskupan Denpasar. Semoga melalui musyawarah ini membuat kita lebih peduli pada sekolah kita”.

Romo Babey dan Mgr San saat memberikan kesimpulan dan penegasan.

Sambutan Mgr. Silvester San

Menurut Mgr. San, “berbicara tentang Pendidikan Katolik tentu sekolah Katolik menjadi hal yang Istimewa. Di samping Pendidikan bergerak sangat dinamis, ada juga permasalahan di dalam sekolah Katolik. Pada jaman dulu sekolah Katolik mengalami masa keemasan, menjadi sekolah favorit dan diidolakan Masyarakat. Kesan yang muncul tentang sekolah Katolik adalah sekolah yang terkenal disiplin dan menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas. Masalah yang muncul adalah pendanaan. Gereja kita ini bukan lagi Gereja misi melainkan Gereja yang mandiri. Gereja misi mendapatkan bantuan dana yang banyak, sedangkan sekolah kita adalah sekolah mandiri”.

Tim Komdik selaku Pelaksana

Diungkapkan oleh Mgr.San, “Sekolah Katolik dewasa ini digempur oleh sekolah-sekolah negeri yang “gratis” dan sekolah-sekolah swasta lainnya. Hal tersebut berdampak pada tutupnya beberapa sekolah kita karena jumlah siswa sedikit. Contohnya SMAK Santo Paulus Singaraja yang terpaksa ditutup karena tidak ada siswa. SMAK Marga Ginawe Negara juga tutup karena muridnya tidak ada lagi sementara operasionalnya yang sangat tinggi. Beberapa sekolah lain masih dipertahankan meskipun keadaannya tidak baik-baik saja”.

Lanjutnya, ”Kita beryukur masih ada sekolah yang masih sehat sehingga dapat membantu sekolah-sekolah yang “kurang sehat” berkat subsidi silang antara lain kepada sekolah-sekolah Katolik di Sumbawa. Kita mempertahankan sekolah katolik yang “kurang sehat,” bukan karena untuk memperoleh keuntungan melainkan untuk ambil bagian dalam misi Negara (mencerdaskan kehidupan bangsa) dan sebagai sarana pewartaan kabar gembira (Yesus yang menyelamatkan dunia) sehingga banyak orang-orang yang tertarik. Sekolah merupakan jalur strategis bagi Gereja untuk mewartakan misi Yesus. Dengan misi ini semua elemen (fungsionaris pastoral) mempunyai tanggung jawab untuk menghidupi sekolah ini. Para imam melakukan usaha dengan mempromosikan dan meyakinkan keluarga-keluarga untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah katolik. Keluarga-keluarga sendiri mengajari bahwa anak-anak kita ke sekolah bukan untuk memperoleh ilmu tetapi juga memperoleh nilai-nilai iman. Ajaran-ajaran fungsionaris pastoral juga disertai dengan contoh dengan menyekolahkan anak-anak ke sekolah Katolik”.

Mgr. San mengatakan, “dalam sidang pleno keuskupan Denpasar, selalu membuka permasalahan tentang sekolah Katolik yang dinilai mahal oleh umat, sehingga umat tidak mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik. Maka tepat sekali tema dari Musyawarah Pendidikan kali ini: “Benarkah Sekolah Katolik Mahal? Karena itu anggapan bahwa sekolah Katolik mahal perlu dikaji ulang. Menurut hemat saya, biaya sekolah Katolik masih terbilang wajar, jika dibandingkan dengan sekolah swasta lain, bahkan sekolah internasional. Menjadi ironi ketika orang tua non Katolik yang menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik karena melihat “nilai lebih” di sana. Sedangkan umat kita sibuk mengeluhkan sekolah Katolik mahal. Mari kita mengantarkan anak-anak kita ke sekolah Katolik karena banyak nilai unggul di sana. Hal ini telah saya sampaikan melalui Surat gembala. Semoga ada hasil akhir yang baik untuk menjawabi persoalan sekolah Katolik.”

Mgr.San juga menyampaikan bahwa, “untuk mengatasi biaya sekolah Katolik yang mahal, sejak Sinode III sudah ada program dana DASOPEN hanya masih banyak pastor paroki yang tidak mengerti pengelolaannya. DASOPEN merupakan suatu Intentio Datis yang artinya dana yang diberikan dengan maksud tertentu. DASOPEN adalah dana solidaritas Pendidikan untuk membantu anak-anak yang bersekolah di sekolah Katolik, bukan ke sekolah lain. Meskipun nilainya kecil tapi sangat membantu umat untuk mendukung anak yang bersekolah ke sekolah katolik. Gerakan DASOPEN perlu digalakkan dan diluruskan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan. Saya menyampaikan kepada pastor paroki dan umat yang mempunyai sekolah Katolik bahwa selama di dalam sekolah kita hanya punya satu kelas kita harus pertahankan meskipun melalui dana subsidi”.

Mgr.San memberikan apresiasi kepada Komisi Pendidikan Puspas dan Deken NTB serta Pastor Paroki Sang Penebus Sumbawa yang menyelenggarakan kegiatan ini. Harapannya, semoga kegiatan ini mencerahkan umat untuk melakukan gerakan menyekolahkan anak ke sekolah Katolik. Selain itu, para fungsionaris pastoral berperan memberikan pencerahan dan motivasi kepada umat untuk menyekolahkan anak ke sekolah Katolik. Para komponen yang ada di sekolah Katolik juga bekerja keras dan menjalankan tugas berlandaskan Kasih.”

Pada akhir pengarahannya, Mgr.San mengatakan, “Sekolah Katolik tidak hanya transfer ilmu pengetahuan melainkan menanamkan nilai-nilai kekatolikan. Jika sekolah kita tetap mempertahankan nilai-nilai Katolik maka sekolah Katolik tidak hanya menjadi milik umat melainkan menjadi milik Masyarakat”. Usai acara pembukaan dilanjutkan dengan sacara sosialisasi Yayasan dan Sekolah dipandu oleh Blasius Naya Manuk. Mewakili Yayasan Insan mandiri Denpasar, Direktur BPK Cabang Lomboh Sumbawa (RD.Patrisius Woda) dan dari Sekolah dua orang Kepala Sekolah: Hubertus Malung,S,Ag.(Kepala SMPK Diponegoro yang juga mewakili Kepala SMAK Santo Gregorius) dan Yosafat Kristianus Thabik, S.Pd.(Kepala SD Diponegoro, yang juga mewakili Kepala TKK Sariasih).

Tanya Jawab dan Masukan Narasumber

Setelah sosialisasi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dipandu oleh RD.Herman Yoseph Babey. Ada banyak peserta yang semangat dalam memberikan pertanyaan, masukan juga kritikan. Namun dalam semangat persaudaraan sebagai agen pastoral, meskipun tensi agak meninggi tetapi selaku moderator, romo Babey mampu mengarahkan semua peserta untuk berpikir positif dan bersama mencari jalan keluar untuk mengatasi semua permasalahan yang ada demi memajukan sekolah Katolik ke depan yang lebih baik dan berkualitas.

Nara Sumber: Ibu Syuhada, S.Pd.,M.Pd.(berdiri) dan Romo Woda(duduk) selaku moderator.

Sesudah itu, masukan dari nara sumber, ibu Syuhada, S.Pd.M.Pd.(Pengawas SMP Kota Sumbawa) yang dimoderator oleh RD.Patrisius Woda. Menurut Syuhada, ada beberapa kebijakan pemerintah yang mana tidak hanya sekolah negeri menjalankan melainkan juga sekolah katolik. Visi Pendidikan yang dicanangkan Pemerintah adalah Profil Pelajar Pancasila. Dalam profil Pancasila ada 6 elemen yang bermuara pada sekolah dan itu berjalan pada sekolah kita SMPK Diponegoro. Ada 26 episode yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh semua sekolah. Salah satu di antaranya adalah pembuatan branding sekolah. Terdapat Ujian Sekolah sebagai penentu kelulusan siswa. Selain itu tidak ada lagiUjian Nasional melainkan terdapat AKM (Asesmen Kompetensi Minimum). Berdasarkan hasil evaluasi raport sekolah kita mengalami peningkatan secara umum.

Berikutnya Syuhada (mantan guru SMAK Gregorius) mengatakan terdapat penyaluran dana BOS yang menunjang perkembangan sekolah. Organisasi penggerak (Sekolah dan Guru Penggerak) yang merupakan wadah untuk meningkatkan mutu, kompetensi agar tidak tertinggal dengan sekolah negeri. SD dan SMP Diponegoro dan beberapa sekolah lainnya sangat berani di Sumbawa karena mengikuti program kurikulum sekolah penggerak (Kurikulum Mandiri Berbagi).

Syuhada juga memuji bahwa dari berbagai sekolah yang berada di bawah kepengawasannya, hanya sekolah Katolik di tempat ini yang mempunyai fasilitas smart tv di Sumbawa sedangkan di negeri pun tidak punya. Sekolah kita di sini selalu mengikuti regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Akhir kata kita telah menerima berbagai informasi yang sangat baik dan berguna mengenai sekolah ini. Maka informasi seperti ini sebaiknya tidak berhenti pada tempat ini melainkan ke orang lain. Saya mengajurkan untuk pemasangan baliho di tempat-tempat strategis sebagai media promosi sekolah. Selain itu juga grup WhatsApp sebagai sarana penyampaian informasi. Kemudian sekolah juga berinisiatif menjadi penyelenggara lomba dan dapat diselingi dengan penyampaian program-program sekolah penyelenggara. Selain itu sekolah kita di sini juga merupakan sekolah toleransi dimana siswa yang beragama lain juga mendapat Pendidikan agama yang dianut. Hal itu saya katakan karena pengalaman saya sebagai guru dan pengawas di sekolah Katolik.

Proses diskusi kelompok

Diskusi Kelompok dan Pleno

Setelah masukan narasumber, acara dilanjutkan dengan diskusi kelompok, dipandu oleh RD, Herman Yoseph Babey. Peserta dibagi dalam tiga kelompok untuk berdiskusi mencari dan menemukan bersama apa yang perlu dilakukan (Rencana tindak lanjut) oleh KBG, Lingkungan dan Paroki agar sekolah Katolik lebih eksis ke depan dan diminati oleh Masyarakat (orangtua murid) di Sumbawa. Proses diskusi kelompok berjalan lancar dan masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi dalam pleno.
Sesudah pleno, acara musyawarah ditutup dengan penegasan akhir dari RD.Herman Yoseph Babey, peneguhan dari Mgr.Silvester San dan doa penutup. ***

Penulis
Blasius Naya Manuk (Redaktur Pelaksana Majalah Agape).
Show More

KOMISI KOMUNIKASI SOSIAL

Tim Redaksi *Pelindung Mgr. DR. Silvester San (Uskup Keuskupan Denpasar) *Pemimpin Umum/Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi RD. Herman Yoseph Babey (Ketua Komisi Komsos) *Redaktur: Hironimus Adil- Blasius Naya Manuk- Christin Herman- J Kustati Tukan-

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
error: Content is protected !!
Close
Close