EMPAT IMAM RAYAKAN PERAK IMAMAT DI TEMPAT DAN WAKTU YANG SAMA 25 TAHUN LALU
Pesta perak imamat empat orang imam yang berlangsung akhir pekan lalu di Tuka, seakan menghadirkan kembali peristiwa 25 tahun lalu.
Tanggal 24 September 1997, di Gereja Tritunggal Mahakudus Tuka, keempat pilihan Tuhan itu menerima rahmat tahbisan dari Uskup Ruteng Mgr. Eduardus Sangsun, SVD (alm.). Perayaan agung yang cukup kental dengan budaya Bali saat itu, dimulai pukul 17.00 wita.
Perayaan meriah 25 tahun lalu itu terulang kembali di tempat yang sama, dimulai pukul 17.00, pada Sabtu, 24 September 2022, yakni pesta perak imamat keempat imam tersebut.
Hanya bedanya, jika 25 tahun silam, keempat imam sama-sama berdiri di depan altar untuk menerima rahmat tahbisannya, namun saat pesta perak hanya tiga orang yang berdiri langsung di depan altar gereja Tritunggal Mahakudus Tuka, dan satu imam lainnya hanya bisa hadir secara virtual (lawat zoom) dari sebuah negara di Amerika Latin.
Kondisi maupun para hadirin yang menyaksikan peristiwa iman itu, juga tentunya sangat berbeda. Mungkin juga ada orang-orang tercinta di antara yang hadir pada tahbisan 25 tahun lalu, tidak muncul lagi saat pesta perak imamat. Namun yang pasti suasana sukacita yang dialami tentu tetap sama, sebab sama-sama merayakan sukacita imamat bagi keempat yubilaris.
Keempat imam yang berbahagia itu, terdiri dari tiga imam diosesan (Projo Denpasar) yaitu RD. Yohanes Baptista Nyoman Suryana (biasa dipanggil Romo Komang), RD. Thomas Nyoman Almasan dan RD. Laurensius Maryono. Satu lagi adalah imam kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD) yang kini menjadi misionaris di Negara Kostarika yaitu RP. Laurentius I Ketut Dawio, SVD yang pada pesta perak imamat hadir secara virtual.
AGUNG DAN MERIAH
Pesta perak imamat keempat yubilaris ini berlangsung agung dan meriah, juga lancar dan nyaman. Misa dipimpin oleh Gembala Tertinggi Keuskupan Denpasar Mgr. Silvester San dan puluhan imam ikut hadir dan masuk dalam jajaran imam konselebrasi.
Peristiwa gembira itu dihadiri banyak orang yang memadati gereja Tritunggal Mahakudus Tuka. Para hadirin antara lain keluarga dari para yubilaris, termasuk keluarga Pater Ketut Dawio dari Palasari, utusan DPP paroki-paroki se-Bali, sejumlah biarawan-biarawati, para Diakon, Frater, maupun undangan lainnya.
Tidak sedikit juga yang mengikuti perayaan tersebut melalui live streaming pada kanal youtube Komsos paroki Tritunggal Mahakudus Tuka.
Suasana perayaan begitu meriah dengan iringan paduan suara Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, dibawah pimpinan seorang komponis sekaligus pelatih dan dirigen Bapak I Gusti Ngurah Bagus Kumara. Lagu-lagu yang dinyanyikan sebagiannya berbahasa Bali.
Dalam homilinya, dengan mendasarkan bacaan suci dalam perayaan itu, Bapak Uskup mengatakan bahwa dalam Injil, Yesus memperingatkan para murid untuk tidak terlalu kwatir atau cemas yang berlebihan dalam menghadapi kehidupan maupun masa depan.
Sebaliknya Yesus mengajak para Murid maupun semua pengikutNya untuk senantiasa berserah diri pada rahmat dan kehendak Allah.
“Sebagai pengikut Yesus kita percaya dan selalu mengandalkan Tuhan dalam menghadapi masa depan dan yakin Tuhan akan selalu melindungi kita,” tegasnya.
Menurut Bapak Uskup, cinta akan harta duniawi dan cinta uang yang berlebihan membuat manusia selalu kwatir dan cemas akan kehidupannya. Hal ini karena orang lebih mengandalkan uang daripada Allah, maka Tuhan mengingatkan bahwa akar dari segala kejahatan adalah cinta uang (bdk. 1 Tim. 6:10).
“Salah seorang Yubilaris (Romo Komang) memilih hal itu sebagai moto tahbisannya,” kata Bapak Uskup.
Bapak Uskup melanjutkan, kendati Yesus memperingatkan supaya tidak terlalu kwatir dan cemas menghadapi kehidupan, bukan berarti Yesus membenarkan orang untuk bersantai dan tidak mau berjuang dan bekerja keras.
“Supaya bisa makan, orang harus tetap bekerja keras dan mengeluarkan peluh. Yesus itu hanya memperingatkan untuk tidak kwatir dan cemas yang berlebihan dan senantiasa berserah diri seutuhnya dan percaya kepada Allah,” kata Mgr. San.
Di sela-sela homilinya, Bapak Uskup juga mengungkapkan rasa syukur bersama keempat yubilaris yang merayakan perak imamat.
Mereka, kata Bapak Uskup, walau mengalami tantangan dan kesulitan dalam menjalani panggilan imamatnya bahkan diliputi oleh rasa kwatir dan cemas, tetapi bantuan dan pertolongan Tuhan yang mereka imani secara sungguh sehingga mereka tetap setia dan tekun hingga 25 tahun melayani sebagai imam.
“Kita pantas bersyukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan berkatNya kepada keempat yubilaris sehingga mampu bertahan selama 25 tahun. Seraya bersyukur kita juga diajak untuk terus berdoa agar mereka tetap setia pada Tuhan dan tekun menjalani karya pelayanan kepada Tuhan dan sesama untuk perjalanan imamat selanjutnya,” ungkap Mgr. San.
Menurut Bapak Uskup, panggilan menjadi imam, atau panggilan apa pun selalu membutuhkan Tuhan, bersandar pada Tuhan dan pasti akan kuat dan bertahan. Diingatkan juga untuk tidak pernah melalaikan doa pribadi dan jangan pernah hanya mengandalkan kekuatan sendiri.
“Hidup itu perlu kerja keras dan perjuangan. Rasa cemas dan kwatir sudah pasti bisa menimpa siapa saja termasuk para klerus, biarawan-biarawati. Tetapi sebagai pengikut Yesus tinggalkan segala kecemasan yang berlebihan seraya terus berjuang dan bekerja keras dengan selalu percaya secara total kepada Allah dan hendaknya selalu menumbuhkan harapan kepadaNya,” pungkas Mgr. San.
SHERING YUBILARIS
Sebelum misa berakhir dengan berkat perutusan, keempat yubilaris diberi kesempatan untuk membagikan pengalaman dan perjalanan imamat mereka selama 25 tahun berlalu.
Dimulai oleh RD. Thomas Nyoman Almasan. Romo Thomas, mengungkapkan bahwa dalam dirinya setelah 25 tahun berlalu tidak banyak berubah.
“Saya tetap kurus dan kering sampai sekarang. Dua teman saya Romo Komang dan Romo Maryono juga tetap kecil dan pendek. Kecuali Romo Dawio, yang paling berubah adalah jenggot dan rambutnya yang panjang mirip Yesus,” ungkap Rm.Thomas sedikit guyon.
Romo Thomas mengungkapkan, “Saya selalu menyadari diri, siapakah saya? Saya ini bukan siapa-siapa dan tidak ada hal yang menonjol. Secara intelektual tergolong pas-pasan. Latar belakang keluarga saya juga sangat sederna. Tetapi saya selalu bersyukur bahwa Tuhan memilih saya yang sederhana ini.”
Menurut pastor kelahiran Tangeb, 20 Maret 1970, jika dirinya bisa bertahan hingga 25 tahun sampai hari ini, bukan berarti tidak pernah kwatir dan cemas dalam perjalanan imamatnya. Tetapi Romo Thomas selalu percaya bahwa Tuhan yang selalu menguatkan dan menyempurnakannya.
Merasa diri bukan siapa-siapa, tetapi Tuhan berkenan memilihnya bahkan terus menguatkannya dalam segala kelemahan dan keterbatasan, menginspirasi Romo Thomas untuk memilih moto tahbisan “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah,” (Rom 8:28).
Di bagian akhir, Pastor yang berkarya di Yayasan Insan Mandiri dan Pastor Rekan Paroki Katedral ini mengungkapkan, “Perjuangan saya belum apa-apa. Perak ini belum apa-apa. Emas masih jauh, maka saya mohon doa dari Bapak Uskup, rekan-rekan imam, biarawan-biarawati dan seluruh umat agar saya tetap bertahan dan boleh sampai pada perayaan emas.”
Yubilaris kedua yang menyampaikan shering adalah RD. Laurensius Maryono. Sama seperti sahabatnya Rm. Thomas, Romo Maryono juga bersyukur karena Tuhan telah memilih dia yang datang dari keluarga yang sangat sederhana.
“Ia telah memperhatikan daku hambaNya yang hina ini,” (Luk. 1:48), adalah moto tahbisanya. Moto ini, katanya, berangkat dari refleksi bahwa dirinya berangkat dari keluarga yang boleh dibilang miskin dan sangat sederhana.
“Kemampuan saya juga sangat standar, biasa saja, bukan orang pintar, bakat juga sangat minim. Lalu mengapa saya dipilih? Itulah misteri Tuhan. Tak terduga saya ditahbisakan jadi imam. Tak terasa dan tak terduga juga sudah 25 tahun. Saya mengalami perutusan yang indah, unik, menarik dan membahagiakan selama menjadi imam,” ungkap Pastor Paroki Mataram, dan Deken Dekenat NTB ini.
Pastor kelahiran Karanganyar, 12 Januari 1966, yang pembawaannya selalu ceriah dan suka melucu ini, mengatakan, “Sampai sekarang saya masih bertanya, siapakah saya ini sampai Tuhan memilih saya orang yang hina ini? Saya berdoa dan harapan untuk sampai 50 tahun imamat, saya semakin komit untuk melayani umat, semakin sabar dan rendah hati, semkain lebih baik dan lebih tulus lagi dalam pelayanan. Mohon juga doa semuanya untuk saya.”
Sementara RD. YB. Nyoman Suryana, dalam sheringnya mengungkapkan senang sekali kembali bersama bertiga sesama imam projo dan juga Romo Dawio.
“Tahun lalu kami berempat membuat WA grup, saya bertanya apakah teman-teman mau mengenangkan kembali peristiwa 25 tahun lalu yang luar biasa itu di Tuka. Semuanya setuju tanpa ada yang komentar. Makanya terjadi peristiwa hari ini. Romo Dawio awalnya mau datang tapi karena situasi dia hanya bisa ikut dari jauh,” katanya.
Pastor Kelahiran Tuka itu berharap agar dari tanah kelahirannya Tuka, semakin banyak yang mau menjadi imam.
“Bagi saya yang paling penting menjadi imam itu adalah jangan lupa bernafas. Nafas itu adalah ruah, roh. Kalau tidak adalah nafas atau roh maka mati. Karena nafas inilah kita bersyukur dan sebagai imam, saya pribadi berkomitmen sejak awal, bagaimana membawa ilmu yang dipelajari itu ke dalam dunia antara lain melayani sakramen-sakramen,” katanya.
Dikatakan dirinya seris menjadi imam, bukan karang-karang. Menjadi Romo bukan hura-hura, senang-senang. Tetapi memikul salib. “Memikul salib bagi saya bukan hal yang berat, tapi menyenangkan,” tegasnya.
Pastor yang bertugas sebagai Staf Seminari Tuka ini memilih moto tahbisan “Akar segala kejahatan adalah cinta uang” (1 Tim 6:10). Dalam refleksinya, Romo Komang mengatakan bukan berarti tidak butuh uang, semuanya butuh uang. Tapi uang itu bukan tujuan, tapi sarana perpanjangan tangan Tuhan.
Sebagai staf di Seminari, suaranya selalu keras kepada anak didik dan dirinya bersyukur bahwa sudah ada anak didiknya di Seminari yang akan ditahbiskan menjadi imam.
Di akhir sheringnya, Romo Komang mengucapkan terima kasih kepada Bapak Uskup, rekan imam, panitia, umat paroki Tuka dan seluruh hadirin. “Semoga kami selalu didoakan dan cukup tiga Salam Maria saja,” tutupnya.
Selanjutnya, melalui sambungan zoom secara live streaming dari Kostarika, RP. Laurentius Ketut Dawio, SVD mengungkapkan, “Saya senang dan bahagia sekali dalam perayaan 25 tahun imamat.”
Dikisahkannya, 25 tahun lalu, di jam yang sama, berdiri di tempat itu dan bahagia sekali. “Saya sungguh merasa selalu dalam suatu persatuan dengan teman-teman. Dan saya sungguh merasa sungguh diutus dari Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka ini dan dari Palasari dan sekitarnya,” katanya.
“Terima kasih Bapak Uskup, terima kasih juga semua panitia yang menyelenggarakan ini dan seluruh umat atas atas doa dan dukungan dari semuanya,” ungkap pastor kelahiran Palasari 18 Januari 1970.
Misionaris yang setelah tahbis diutus mulai dari Kalimantan Barat (Indonesia), Kolumbia, Nikaragua, Panama dan sekarang di Kostarika ini merasa bahagia dalam setiap perutusannya dan selalu bersyukur kepada Tuhan atas semua penagalamnnya dalam menjalani imamat selama 25 tahun.
Bagi Pastor yang memilih moto tahbisn “Firman-Mu adalah pelita bagi langkahku, terang bagi jalanku” (Mzm 119:105, mengungkapkan rasa syukur atas seluruh perjalanan imamatnya selama ini dan berharap hingga pesta emas 50 tahun. Bagianya semua itu hanya karena berkat Tuhan. “Terima kasih banyak dan berkat bagi semuanya,” tutupnya.
Shering para yubilaris ini diakhir dengan sambutan dari Pastor Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, RP. Martinus Fatin, SVD, selaku tuan rumah dari perayaan iman tersebut. Menurut Romo Martin ada banyak persiapan yang telah dilakukan umat menjelang pesta tersebut dan sore itu merupakan puncaknya.
“Perayaan syukur perak imamat ini, bagi umat Tuka adalah sebuah ruas waktu yang sangat istimewa karena bisa merayakan sukacita bersama empat yubilaris,” ungka Romo Martin.
Setelah itu dilanjutkan berkat perutusan, namun sebelumnya Bapak Uskup menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada empat yubilaris sambil berharap tetap tekun dan setia mengarungi perjalanan imamat selanjutnya.
Usai misa syukur dilanjutkan dengan acara resepsi yang berlangsung di halaman pastoran Tuka. Acara ini sangat meriah dengan aneka hiburan dari suatu kelompok band, maupun persembahan menarik dari anak-anak Sekami St. Tarsisius Tuka.
Dalam acara ini juga ada pemotongan tumpeng ulang tahun dan tentu saja santapan bersama dengan aneka hidangan lezat yang disiapkan oleh panitia.
BINCANG ROHANI
Sehari sebelum puncak perayaan imamat, panitia merancang sebuah acara promosi panggilan bekerjasama dengan Komisi Panggilan dan Seminari Keuskupan Denpasar dengan nama acara “Bincang Rohani Santai” disiarkan secara live streaming melalu kanal youtube Komsos Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka.
Keempat yubilaris adalah narasumber dalam program acara yang mengusung tema “Dipanggil dan Diutus ikut Yesus.” Kecuali Pater Dawio, SVD yang hadir secara virtual, ketiga yubilaris lainnya hadir secara langsung.
Acara ini dipusatkan di Aula Perputakaan Widya Wahana Tuka, dipandu dua orang host Ibu Dwi dari Tuka dan Sr. Katherin, RVM, dari Komisis Panggilan dan Seminari. Dalam acara ini dimeriahkan oleh komunitas gamelan Bakti Budaya Tuka.
Kedua host berhasil “membongkar’ masa lalu maupun kisah perjalanan dan perjalanan imamat dari para yubilaris. Mereka memberikan shering-shering menarik dalam perjalanan imamatnya.
Beberapa pihak juga memberikan kesaksian mengenai para yubilaris langsung secara online melalui zoom. Bebarap pertanyaan juga diajukan oleh sejumlah remaja dan OMK yang hadir secara langsung (offline).
Sejumlah panitia serta Ketua Komisi Panggilan dan Seminari RD. Patrisius Woda, hadir langsung di tempat acara.
PESTA SYUKUR BERLANJUT
Usai merayakan syukur bersama di Tuka, 24 September, masing-masing imam, khususnya tiga imam Diosesan Keuskupan Denpasar, melanjutkan pesta syukur masing-masing.
Romo Thomas, misalnya juga merayakan syukuran di gereja Katedral Denpasar (26/9) juga nanti dilaksanakan di gereja Oikumene Emanuel (30/9) dan di tempat kelahirannya di Tangeb.
Romo Komang juga melaksanakan syukuran bersama Keluarga Besar Seminari Tuka, juga pada Senin (26/9).
Sedangkan Rm. Maryono, usai misa perayaan di Tuka, keesokan harinya langsung pulang ke kampung halaman di Jawa Tengah untuk merayakan bersama keluarga besarnya. Juga di Paroki St. Maria Immaculata Mataram akan dilaksanakan pada Rab (5/10).
Proficiat untuk para Yubilaris! ***