Dari Turba Komisi Kerawam; Solid-Solider, Banyak Bergaul dan Perkuat Komunitas
PULAU SUMBAWA – Gereja tidak anti politik. Sebaliknya Gereja, melalui Komisi Kerasulan Awam mendorong Awam Katolik untuk terlibat secara proaktif dalam politik.
Selama kunjungan Tim Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) di paroki-paroki se-pulau Sumbawa, tercetus berbagai harapan, gagasan, kerinduan serta masukan-masukan berharga dari para Rasul Awam tentang keterlibatan umat di bidang politik.
Media ini, merekam semua pemikiran brilian yang disampaikan oleh para Rasul Awam itu pada tiga kali pertemuan konsolidasi bersama Tim Komker Keuskupan Denpasar yang terdiri dari RD. Emanuel Ano (Ketua Komker), Kustati Tukan (Sekretaris Komker) dan anggota Komker Hiro. Berikut rangkumannya…
Maluk dan Sumbawa Besar
Maluk adalah Stasi dari Paroki Sang Penebus Sumbawa Besar. Jumlah umat di Stasi ini hampir 500 jiwa dan seluruhnya adalah perantau (diaspora) dari daerah lain.
Konsolidasi Rasul Awam di Maluk, dilaksanakan di Gedung Serbaguna milik umat, Selasa (12/12) sore hingga malam. Sekitar 30 peserta yang hadir dalam konsolidasi ini, antara lain Pengurus Stasi, Pengurus KBG dan tokoh umat lainnya.
Hadir pula satu-satunya Caleg Katolik dari Stasi ini yaitu Antonius Mariani Makar, Caleg Kabupaten Sumbawa Barat, Dapil 3 dari PSI nomor urut 1.
Turut hadir bersama Tim Komker dalam Konsolidasi itu adalah Pastor Paroki Sumbawa Besar RD. Klemens Bere dan Fr. Niko, yang sedang menjalani TOP di paroki itu. Hadir pula Ketua Seksi Kerawam Paroki Sumbawa Besar, Frans Legiman.
Sementara itu, di pusat paroki di Sumbawa Besar, kegiatan yang sama dilaksanakan keesokan harinya, Rabu (13/12) petang di aula Rumah Retret St. Ignatius. Sekitar 40 peserta ikut dalam kegiatan ini, termasuk tiga imam yang berkarya di paroki itu dan Frater TOP.
Di pusat paroki ini ada tiga Caleg Katolik yang juga turut hadir yakni Fransiskus Legiman Caleg Kabupaten Sumbawa Dapil I dari PDIP nomor urut 5; Titus Moy, S.ST, Caleg Kabupaten Sumbawa Dapil I Partai Garuda nomor urut 2; dan Mateus Yusuf, Caleg Provinsi NTB Dapil V Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat, dari PKB nomor urut 8.
Pastor Paroki Romo Klemens, baik di Stasi Maluk maupun di pusat paroki, dalam sambutan singkat menegaskan bahwa Gereja memberi kesempatan seluasnya kepada kaum awam untuk berpolitik dan yang tidak boleh berpolitik itu adalah kaum tertahbis.
Bukti dukungan Gereja dalam bidang politik ini, katanya, adalah adanya Komisi Kerawam yang bertugas memberikan pencerahan atau pendidikan politik yang benar kepada umat. “Ini tahun politik, jadi momentnya sangat tepat,” katanya.
Romo Klemens meminta seluruh umat yang memenuhi syarat untuk menggunakan hak pilihnya secara benar dengan memilih orang-orang yang bisa dipercaya dan memiliki rekam jejak yang baik.
“Jika Tuhan berkenan kita bisa memiliki orang-orang yang bisa menyambungkan aspirasi kita ,” harapnya, seraya meminta kepada semua peserta pertemuan untuk bisa menyosialisasikan isi pencerahan politik ini kepada seluruh umat yang tidak hadir agar semakin banyak yang tercerahkan.
Romo Klemens juga mengharapkan umat Katolik untuk selalu kompak (solid), mau bergaul dengan umat lain dan dengan tetangga (solider) dan sebagainya. Di sisi lain, Romo Klemens meminta supaya bijak dalam bersikap dan berprlikau dengan masyarakata dan komunitas lainnya.
Dalam sesi menggali harapan atau tanggapan, para tokoh umat yang menjadi peserta pertemuan sangat gembira dan apresiasi adanya konsolidasi ini, sebab mereka menyadari bahwa politik dan keterlibatan umat dalam politik itu penting, sebab banyak hal menyangkut kehidupan masyarakat lahir dari keputusan politik.
Saferinus, salah satu peserta di stasi Maluk, mengatakan orang Katolik perlu terlibat dalam bidang politik terutama di daerah yang jumlah umatnya sangat kecil. “Yang penting dengan keterlibatan kita, orang akan melihat bahwa kita ada,” katanya.
Sementara Stefanus, tokoh umat lainnya mengharapkan supaya semakin banyak umat terlibat dalam komunitas atau forum atau organisasi kemasyarakatan dengan latar belakang anggota lintas agama dan etnis.
“Dengan bergabung dalam suatu komunitas kita semakin dikenal serta dapat berkontribusi positif dan meluaskan jaringan pergaulan,” kata salah seorang pengurus sebuah forum masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat ini.
Frans Legiman, Ketua Seksi Kerawam Paroki Sumbawa, ketika konsolidasi di Maluk mengatakan, “Kita punya kekuatan. Kita memang kecil, bukan berarti tidak ada. Kita diperhitungkan juga karena kita memiliki peran dan sepakat supaya aktif dalam komunitas atau persekutuan serta merangkul saudara lain yang mayoritas.”
Di Sumbawa Besar, seorang tokoh awam, Matias Wayan, menegaskan bahwa konsolidasi seperti ini sangat bagus namun sebaiknya lebih awal dan Gereja harus ada strategi dalam mendorong mereka yang pantas untuk diperjuangkan sebagai calon wakil rakyat.
Hal senada diungkapkan tokoh perempuan Sumbawa Ibu Ice. Dia setuju bahwa ini penting dan walaupun sudah terlambat tetapi jika umat mau bersatu untuk memilih orang yang sungguh dipercaya masih ada waktu dan tidak mustahil terjadi. “Hanya masalahnya di tengah umat kita ada ‘yudas’, ‘petrus’ dan ‘tomas’,” katanya beranalogi untuk mereka yang menjual suara, menyangkal dan tidak percaya sesamanya.
Seorang tokoh umat lain, Frans, menegaskan bahwa Gereja (umat) jangan hanya mau dimanfaatkan oleh orang lain pada masa pemilu seperti ini, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain termasuk untuk gereja. “Maka, kita perlu kompak untuk memilih orang yang sungguh kita kenal dengan baik, ” katanya.
Banyak masukan dan gagasan menarik lainnya yang diungkapkan umat dalam kesempatan itu dan menjadi perhatian bagi Gereja, bersama seluruh umat untuk strategi ke depannya.
Dalam kesempatan itu, para Caleg baik Anton Makar di Maluk, juga Frans Legiman, Titus Moy dan Mateus Yusuf di Sumbawa Besar, masing-masing diberikan kesempatan untuk bicara serta menyampaikan misi mereka jika terpilih.
Donggo, Bima, Dompu
Untuk tiga paroki di ujung timur yakni Donggo, Bima dan Dompu, konsolidasi ini dilaksanakan di Paroki Donggo di Tolonggeru.
Hadir utusan dari 3 paroki ini, berjumlah sekitar 40 orang. Dua imam paroki Donggo dan Frater TOP dan Pastor Paroki Dompu RD. Eligius Wahyu Pawarta juga hadir. Peserta terdiri dari para pengurus DPP, tokoh umat maupun kelompok kategorial seperti WKRI.
Pastor Paroki Donggo, RD. Agustinus I Wayan Yulianto, selaku tuan rumah dalam sambutanya mengatakan bahwa dalam pertemuan dengan tokoh lintas agama seperti FKUB dirinya selalu memberikan kesaksian bahwa Gereja Katolik intens memberikan pendidikan politik kepada umat, sekaligus sosialisasi pemilu yang damai, adil dan jujur.
Menurut Romo Wayan, dari tiga paroki ini, tidak ada Caleg Katolik yang maju dalam Pemilu 2024, sehingga dengan adanya konsolidasi dan pencerahan politik ini, umat semakin diberi pemahaman yang benar dan utuh tentang politik.
“Di tiga paroki ini belum ada yang menjadi Caleg. Kita sulit, ada yang pernah maju pada Pemilu 2019, tetapi belum terpilih. Semoga dengan kegiatan ini, ke depannya ada yang tergerak untuk berani mengambil kesempatan terlibat dalam politik praktis,” harapnya.
Terkait minimnya umat Katolik yang terlibat atau menjadi anggota Parpol, umumnya beralasan kurang berani karena minoritas, seperti diungkapkan Mery Anwar dari Bima. “Kita ini minoritas, belum berani,” katanya.
Hal senada diungkapkan Kletus, tokoh umat dari Dompu. “Kita minoritas, tinggal juga tersebar, sehingga sulit terpilih kalau ada yang mau maju Caleg,” katanya.
Norbertus, tokoh pemuda dari Donggo mengatakan, karena terpengaruh oleh pikiran sebagai minoritas sehingga takut berpolitik. Dia mengusulkan perlunya wadah seperti Pemuda Katolik yang bisa menjadi jembatan untuk orang muda mau berkiprah di tengah masyarakat dan bisa menjadi jalan masuk untuk dunia politik. Potensi kaum muda di Kabupaten Bima, katanya, cukup baik maka perlu ada pemuda Katolik.
WKRI yang merupakan sebuah ormas Katolik sejatinya sudah ada di setiap paroki. Namun, sebagaimana diakui Ibu Nelly, Ketua WKRI Cabang Bima, WKRI belum ada yang terjun langsung di partai politik, tetapi hubungan dengan Ormas lain maupun dengan pemerintah sudah terjalin dengan baik.
Ignas dari Stasi Mbawa Paroki Donggo, mengatakan dikotomi minoritas-mayoritas itu hanya kekwatiran saja, persoalann sesungguhnya adalah belum mempersiapkan diri secara kualitas. Maka orang Katolik, katanya, harus tampil beda dalam hal kualitas. “Penting juga pemahaman budaya setempat yang dipadukan dengan nilai-nilai Katolik,” katanya.
Yos dari Dompu, menyarankan pentingannya penguatan komunitas termasuk komunitas etnis sebagai modal bila ada yang maju sebagai caleg. Sementara Haidin dari Stasi Nggerukopa, mensinyalir bahwa sesama umat Katolik itu lebih suka bersaing sendiri ke dalam disertai sifat ego dan iri kalau ada sesama umat yang maju.
Andreas Pasa, juga dari Nggerukopa dan pernah Caleg pada Pemilu 2019, sungguh merasakan perjuangan yang tidak mudah untuk bisa masuk dalam partai dan terpilih menjadi Caleg, tetapi bukan tidak mungkin jika sungguh-sungguh serius.
“Kita butuh banyak bergaul dan kenal dengan banyak orang termasuk dengan tokoh-tokoh partai. Mereka juga akan melihat dedikasi dan kontribusi kita walaupun kita secara kuantitas adalah minoritas. Ini tidak jadi masalah,” katanya.
Banyak masukan dan gagasan serta harapan lain yang mengemuka dalam sesi mendengar kata hati umat terkait keterlibatan Gereja (Umat) Katolik dalam dunia politik. ***